Suara.com - Ahli Ungkap Syarat Negara Bisa Berlakukan New Normal, Siapkah Indonesia?
Berbagai wilayah di Indonesia kini sedang dipersiapkan untuk menghadapi new normal dan beberapa wilayah akan melonggarkan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun sejumlah pihak menilai Indonesia belum siap untuk melonggarkan PSBB dan menuju new normal melihat dari kurva pandemi virus corona yang tak kunjung landai.
Menanggapi hal tersebut, dr. Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD (Cand.) dari Centre for Environment and Population Health (CEPH), Griffith University mengatakan negara yang bisa melonggarkan pembatasan sosial idealnya adalah negara yang memang sudah melewati puncak kurva epideminya.
"Bukan negara yang saat ini sedang dalam proses meraih puncak. Kita masih ada di gelombang pertama, belum mencapai puncak," jelasnya dalam Webinar, Kamis (28/5/2020).
Ia mencontohkan Swiss sebagai salah satu yang telah melewati puncak kurva epideminya.
Negara tersebut mengakhiri lockdown pada tanggal 11 Mei dengan pertama kali membuka sekolah dan restoran.
Hingga saat ini terbukti dengan tetap melakukan strategi utama seperti physical dan social distancing serta menjaga kebersihan diri, angka kasus tidak ada peningkatan yang signifikan di Swiss,
Dicky melanjutkan, untuk bisa melonggarkan pembatasan sosial perlu dilakukan secara bertahap, tidak bisa secara langsung.
Baca Juga: Adipati Dolken Pamer Video Peluk Canti Tachril, Banyak yang Patah Hati!
Selain itu, ia menyebut masyarakat perlu memahami bahwa ada dua level new normal yang dimaksud. Ada level individu atau komunitas dan ada level institusi.
Terkait level individu bisa diterapkan dari sekarang. Seperti yang biasanya kita tidak mengenakan masker saat bepergian keluar, kini wajib mengenakannya, dan juga merutinkan mencuci tangan.
Kemudian new normal level institusi jika akan dilakukan harus mempertimbangkan banyak hal, termasuk enam kriteria dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum mencabut lockdown.
"Harus sangat komprehensif dan spesifik. (Pemda) jangan melakukan satu kebijakan yang sifatnya dalam waktu singkat sehingga tidak ada fase persiapan, ini artinya mengurangi efektifitas dari strategi yang dilakukan," tegas dr Dicky.
Sehingga disimpulkan olehnya, Indonesia belum siap new normal pada level institusi atau membuka tempat-tempat umum seperti sekolah, atau tempat wisata.
"Saat ini kita sedang menghadapi penyakit yang belum ada obat definitifnya dan vaksinnya. Sekali lagi Covid-19 ini bukan suatu hoaks, bukan suatu teori konspirasi. Ini permasalahan nyata, dan jadi permasalahan yang harus segera disikapi dengan sangat serius," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia