Jepang awalnya mengatakan kepada orang-orang yang merasa terinfeksi virus untuk tidak mencari bantuan medis kecuali mereka telah mengalami demam selama empat hari atau dua hari jika pada orang berusia lebih dari 65 tahun.
Para ahli medis mengatakan pedoman itu dimaksudkan untuk menghemat sumber daya rumah sakit.
Pemerintah Jepang juga mengatakan sejak awal bahwa test kit harus dijatah karena persediaannya terbatas.
Jepang sejak itu melonggarkan peraturannya untuk memungkinkan mereka dites positif tetapi tidak menunjukkan gejala untuk tinggal di hotel.
Terlepas dari kendala pengujian untuk virus, tingkat hasil positif telah turun di bawah 1 persen. Ahli pemerintah tentang virus mengatakan bahwa tingkat pengujian saat ini sudah cukup.
Tetapi sekelompok akademisi Jepang terkemuka, pebisnis, dan tokoh-tokoh lainnya meminta pemerintah untuk mengambil langkah yang jauh lebih berani. Mereka meminta untuk membangun kapasitas 10 juta tes sehari dan menawarkan pengujian kepada siapa pun yang menginginkannya.
Para ahli kesehatan masyarakat, termasuk beberapa di pemerintahan, telah memperingatkan agar tidak menarik kesimpulan pasti dari pengalaman Jepang. Mereka memeringatkan bahwa Jepang belum jelas dan gelombang infeksi kedua atau ketiga dapat menyerang kapan saja.
Faktor kunci lainnya mungkin adalah keputusan Shinzo Abe untuk menutup sekolah pada akhir Februari, jauh sebelum semua negara lain melakukanya.
"Keputusan itu sangat tidak populer saat itu, tetapi tampaknya telah memicu perubahan perilaku yang hampir seketika," menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Hiroshima.
Baca Juga: Presiden Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila secara Virtual
Sehari setelah pengumuman penutupan sekolah, persentase orang yang menghindari tempat ramai hampir dua kali lipat, naik menjadi hampir 60 persen.
Pada bulan April, ketika kasus-kasus mulai meningkat, Shinzo Abe mengumumkan keadaan darurat. Bisnis diminta untuk menutup atau mengurangi jam kerja mereka. Orang-orang hanya diminta melakukan perjalanan yang diperlukan.
Tidak ada hukuman, tetapi banyak pula yang mematuhinya.
Saat Jepang mulai dibuka kembali, beberapa ahli khawatir bahwa orang akan mulai menurunkan penjagaan mereka.
Dalam pidatonya, Perdana Menteri Shinzo Abe menekankan bahwa akhir dari keadaan darurat tidak berarti kembali ke kehidupan normal.
"Apa yang perlu kita tuju adalah membangun normal baru," kata Abe.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa
-
Timbangan Bukan Segalanya: Rahasia di Balik Tubuh Bugar Tanpa Obsesi Angka
-
Terobosan Baru Atasi Kebutaan: Obat Faricimab Kurangi Suntikan Mata Hingga 75%!
-
5 Pilihan Obat Batu Ginjal Berbahan Herbal, Aman untuk Kesehatan Ginjal dan Ampuh
-
Catat Prestasi, Tiga Tahun Beruntun REJURAN Indonesia Jadi Top Global Distributor
-
Mengenal UKA, Solusi Canggih Atasi Nyeri Lutut dengan Luka Minimal
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya