Suara.com - Di tengah pandemi virus corona Covid-19, semua orang diminta untuk melindungi dirinya dengan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Kondisi ini bisa membuat seseorang semakin merasa ketakutan bila terkontaminasi kotoran. Ketakutan akan pandemi virus corona ini bisa saja menyebabkan mysophobia.
Mysophobia adalah kondisi yang paling sering dialami oleh orang dengan gangguan obsesif kompulsif (OCD). Walaupun OCD bisa terjadi dalam berbagai bentuk dan tidak selalu mengenai kuman maupun kebersihan. Tetapi, seorang ahli mengaku melihat banyak orang mengalami kondisi ini akibat pandemi virus corona.
Dr Martina Paglia, seorang psikolog di The International Psychology Clinic mengatakan, umumnya mysophobia adalah rasa takut terhadap kuman. Kondisi ini biasanya dimulai pada akhir masa kanak-kanak atau awal remaja.
"Sejak pandemi, beberapa klien saya dengan OCD telah mengembangkan rasa takut khusus akibat virus corona Covid-19. Saya punya klien yang telah menderita OCD selama 10 tahun. Tapi, sejak pandemi ketakutannya telah bergeser dari ketakutan terhadap kuman menjadi virus corona," jelas Dr Martina dikutip dari Metro UK.
Dr Martina memberikan contoh Rita, seorang wanita yang berjuang dengan mysophobia sebagai bagian ddari OCD. Rita mengalami ketakutan yang lebih parah setelah pandemi virus corona.
"Dia (Rita) mulai menunjukkan perilaku kompulsif, yang bertindak untuk menetralisir pikiran, seperti mencuci tangannya berkali-kali dan rutin memeriksa lingkungan bersih," jelasnya.
Perilaku kompulsi itulah yang menunjukkan suatu fobia telah berubah menjadi gangguan kompulsif obsesif.
Pada pandemi virus corona seperti ini, kesulitan mengenali dan mengontrol fobia bisa menjadi gangguan kompulsif obsesif. Kondisi ini terlihat ketika seseorang mencuci tangan berlebihan, tidak bisa meninggalkan rumah, menghindari kontak dengan orang lain dan hal lain yang menunjukkan sikap menghindari penularan virus.
"Obsessive Compulsive Disorder (juga dikenal sebagai OCD) adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan gejala obsesif dan / atau kompulsif yang menyebabkan kecemasan dan ketakutan yang intens," kata Martina.
Baca Juga: Awas, Mata Merah Bisa Jadi Gejala Virus Corona
Dalam kondisi ini, obsesif bisa didefinisikan sebagai pikiran, impuls atau gambar yang berulang dan persisten yang disebut sebagai gangguan tak diinginkan.
Orang dengan kondisi ini sering kali mencoba mengabaikan atau menekan pemikirannya untuk menetralisirnya. Namun, upaya tidak perah berhasil. Pikiran obsesif tidak menyenangkan inilah yang menyebabkan ketakutan, kecemasan, ketegangan dan jijik.
Orang bisa menghadapinya dengan CBT (terapi perilaku kognitif) adalah terapi terbaik untuk OCD. Terapi ini dilakukan dengan memaksa seseorang melawan pikiran-pikiran obsesif dan tidak menindaklanjutinya.
CBT akan mengajarkan seseorang untuk melawan ketakutan karena memaksa mereka menghadapi situasi yang sama setiap saat, tetapi penanganannya lebih baik.
Ketika masa pandemi virus corona sekarang ini, orang bisa melakukan terapi ini dalam masa isolasi mandiri, melalui telepon atau obat-obatan untuk membantu mengobati OCD.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara