Agresif dan abusif tak hanya secara fisik, namun juga secara verbal. Sebab, anak cenderung mengimitasi orangtuanya bahwa itulah cara untuk mengekspresikan ketika sedang marah.
"Itu yang sebisa mungkin kita minimalisir. Kita ajarkan anak untuk mengelola emosi dari contoh kita sendiri yang diekspresikan secara sehat. Dampak ini cenderung berpotensi perilaku perundungan atau bullying," jelas Esta.
Kemudian, dampak kedua yang bisa dirasakan oleh anak adalah memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang rendah, di mana hal ini bisa bergantung pada gambar diri atau self image yang dimiliki anak.
Bisa jadi, anak merefleksikan dirinya negatif, tidak mampu, tidak berharga, atau tidak layak dicintai. Ini bisa tercermin pada saat nanti ia memiliki hubungan romatis, di mana mereka merasa hampa, kosong, terlalu mengagung-agungkan sosok pasangannya dan menilai negatif dirinya sendiri.
Lalu dampak yang ketiga, bila anak kerap melihat orangtua atau figur lekat lainnya mengekspresikan emosi secara tidak sehat, mereka bisa menjadi pribadi yang pencemas dan depresif.
Hal ini disebabkan mereka tidak terbiasa mengenali emosi negatifnya dan tidak bisa mengelolanya. Maka dari itu sebaiknya para orangtua sesering mungkin membantu anak mengenali emosi tersebut, biasa disebutkan ketika berkomunikasi dengan anak.
Dampak terakhir adalah munculnya masalah kepercayaan atau trust issue. Ketika orangtua marah, reaksi anak cenderung menangis karena ada rasa tidak nyaman dan sakit yang menjadi tanda ia membutuhkan pertolongan.
Esta melanjutkan, anak sebenarnya membutuhkan dua aspek utama yang seharusnya bisa disediakan orangtuanya.
Pertama adalah secure-based, anak paham ada tempat teraman baginya di dunia untuk bereksplorasi dengan percaya diri dan suportif. Kedua adalah safe haven, mereka tahu bahwa ada tempat ternyaman untuk kembali ketika mereka gaga; atau membutuhkan perlindungan.
"Ketika anak-anak tahu orangtuanya akan memberikan rasa aman dan nyaman dan konsisten bisa memberikan gambaran diri positif untuk anak," tutupnya.
Baca Juga: Cara Orangtua Terhindar Dari Stres saat Ajarakan Anak Belajar di Rumah
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental