Suara.com - Pandemi virus corona Covid-19 telah menjangkiti seluruh dunia dan membuat setiap pemerintahan negara diuji dalam upaya mengatasi wabah tersebut.
Tak terkecuali Pemerintah Indonesia yang baru mengkonfirmasi kasus pertamanya di bulan Maret lalu. Hingga kini telah tercatat lebih dari 45 ribu kasus infeksi Covid-19 di Indonesia.
"Pemerintah seharusnya menjadi institusi yang paling kompeten dan paling paham terhadap situasi pandemi Covid-19," kata Dr. Sawedi Muhammad, S.Sos, M.Sc, sosiolog Universitas Hasanuddin dalam Diskusi Online 'Cerdas Mengelola Stres dan Emosi', baru-baru ini.
Selain itu, kata Sawedi, pemerintah juga harus memberikan informasi yang transparan dan berdasarkan paradigma sains.
"Pemerintah harus mendisiplinkan dirinya terhadap kebijakan yang dibuatnya. Jika masyarakat tidak puas dan tidak percaya terhadap kebijakan pemerintah, maka masyarakat akan mengalami public distress dan bahkan akan memunculkan gerakan sosial atau social movement," lanjut Sawedi.
Pandemi Covid-19 juga erat kaitannya dengan risiko. Menurut Sawedi, risiko tidak memengaruhi kelas atau tempat sosial tertentu.
"Risiko pandemi Covid-19 adalah risiko antibias dan dapat memengaruhi semua orang, apa pun kelas Anda," katanya
Tidak ada yang bebas dari risiko ini, apapun agama, suku dan jenis kelaminnya, ia melanjutkan. Manusia mampu membuat inovasi-inovasi terbaru tapi kurang mampu untuk melakukan mitigasi dari apa yang dilakukan.
Ada tiga karakteristik dari pandemi Covid-19 ini, yakni delokalisasi atau tidak mengenal lokasi, incalculate risk di mana tidak dapat dihitung biayanya, dan non-compensability di mana tidak ada yang mampu memberi kompensasi.
Baca Juga: Jadi Pionir, Perusahaan Ini Uji Coba Obat Covid-19 dari Plasma Sapi
Sebagai masyarakat, agar tidak larut dalam kecemasan, kesedihan, dan ketakutan yang tak ada ujungnya, maka perlu melakukan manajemen risiko. Ada langkah-langkah yang bisa dilakukan, sebagai berikut:
1. Harus memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif
2. Mengenali kondisi kita dan orang-orang di sekitar kita
3. Rekonsiliasi ketakutan dengan penerimaan terhadap situasi yang tidakpastian
4. Optimis bahwa pandemi ini pasti akan selesai
5. Hindari informasi yang tidak jelas
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Banyak Studi Sebut Paparan BPA Bisa Timbulkan Berbagai Penyakit, Ini Buktinya
-
Rahasia Hidup Sehat di Era Digital: Intip Inovasi Medis yang Bikin Umur Makin Panjang
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone