- Indonesia menargetkan nol kematian akibat dengue 2030 lewat sistem kesehatan yang lebih prediktif dan kolaboratif.
- Kasus masih tinggi, beban ekonomi besar, dan anak-anak paling rentan.
- Pemerintah, BPJS, dan Takeda perkuat pencegahan lewat 3M Plus dan imunisasi.
Suara.com - Di balik naik-turunnya angka kasus dengue setiap tahun, ada satu tantangan besar yang jarang disorot, bagaimana Indonesia bisa bertransformasi dari sistem kesehatan yang reaktif menjadi prediktif dan preventif, agar kematian akibat dengue benar-benar bisa ditekan hingga nol pada 2030.
Isu ini mengemuka dalam media briefing bertajuk “Urgensi dan Kepemimpinan Indonesia dalam Perjuangan Melawan Dengue” yang digelar oleh Takeda bersama pemerintah dan Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue.
Para pakar sepakat, perang melawan dengue tak lagi cukup dengan imbauan 3M Plus semata, melainkan membutuhkan kepemimpinan kolaboratif lintas sektor dan sistem berbasis data yang mampu memprediksi potensi wabah sejak dini.
Ketua Harian KOBAR Lawan Dengue, dr. Asik Surya, MPM, menekankan pentingnya kolaborasi yang visioner.
“Kepemimpinan untuk mencapai Zero Dengue Death harus mampu menjembatani ilmu dan kebijakan, serta menggerakkan masyarakat secara masif, terukur, dan berkelanjutan,” ujarnya.
Menurutnya, hanya dengan kepemimpinan berbasis data Indonesia bisa beralih dari pendekatan reaktif menuju sistem prediktif yang benar-benar menurunkan angka kematian akibat dengue secara berkelanjutan.
Ancaman yang Kian Kompleks
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan hingga 28 Oktober 2025 sudah tercatat 131.393 kasus dengue dan 544 kematian, dengan 471 daerah kini masuk kategori endemis.
Sementara itu, BMKG memperingatkan musim hujan 2025/2026 datang lebih awal dan lebih basah, kondisi yang berpotensi mempercepat perkembangbiakan nyamuk dan memperluas penularan.
Baca Juga: Setahun Tanpa Benny Laos: Ungkapan Rindu Mendalam Sherly Tjoanda Bikin Haru
“Data Kemenkes menunjukkan bahwa dengue merupakan ancaman yang terus meningkat dan hampir seluruh kabupaten/kota kini melaporkan kasus, meski sebagian masih sporadis,” jelas dr. Asik.
Ia menambahkan, data beban dengue di lapangan masih belum sepenuhnya tercermin karena banyak biaya tidak langsung seperti kehilangan produktivitas dan tekanan emosional keluarga.
Beban Ekonomi dan Sosial
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. dr. Ghufron Mukti, MSc, PhD, mengungkapkan bahwa biaya klaim perawatan pasien DBD melonjak menjadi Rp2,9 triliun pada 2024, dengan lebih dari satu juta kasus rawat inap.
“Selain biaya medis, masyarakat menanggung beban sosial dan ekonomi yang besar,” katanya. “Inilah sebabnya pencegahan bukan hanya isu kesehatan, tetapi juga strategi ekonomi nasional.”
Ia menegaskan bahwa Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjamin pasien DBD untuk mendapatkan layanan di fasilitas kesehatan primer, dan dapat dirujuk sesuai indikasi medis, bukan sekadar permintaan pasien.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia