Suara.com - Para peneliti di seluruh dunia masih terus berusaha menemukan vaksin yang potensial untuk virus corona atau Covid-19. Namun, meski vaksin itu tersedia, Amerika Serikat (AS) mungkin tidak akan bisa mencapai herd imunity atau kekebalan kelompok. Mengapa?
Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, mengatakan walau hanya sebagian dari populasi yang menolaknya, hal itu dapat membahayakan upaya negara untuk memerangi COVID-19. Oleh karena itu penting mendorong mayoritas warga untuk mendapatkan vaksinasi.
"Itulah salah satu alasan mengapa kami harus memastikan kami melibatkan komunitas seperti yang kami lakukan sekarang, untuk membuat orang-orang komunitas membantu kami, agar orang-orang memahami bahwa kami melakukan segala yang kami bisa untuk menunjukkan bahwa itu aman dan itu efektif dan itu untuk kebaikan mereka sebagai individu dan di masyarakat untuk mengambil vaksin, "katanya dalam Aspen Ideas Festival.
Amerika Serikat akan memerlukan vaksin coronavirus yang setidaknya 70 persen hingga 75 persen efektif. Fauci mengatakan itu akan cukup untuk mencapai tingkat kekebalan kelompok.
Namun, bahkan jika itu secara efektif melindungi seseorang dari Covid-19, penyakit ini dapat terus menyebar jika 25 persen dari populasi menolak untuk mendapatkan vaksinasi.
Jika itu terjadi, kekebalan kawanan tidak akan terjadi. Dia mengatakan ada "persentase yang sangat besar dari orang-orang" yang saat ini memiliki perasaan anti-sains, anti-otoritas atau anti-vaksin di AS.
Ahli penyakit menular itu kemudian meminta pejabat pemerintah lainnya untuk meningkatkan upaya untuk mendorong orang Amerika untuk mendapatkan vaksin coronavirus di masa depan.
Selama beberapa bulan terakhir, lusinan penelitian telah diluncurkan untuk menemukan cara menghilangkan atau paling tidak mengendalikan virus corona baru.
Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) mengumumkan pada Mei sebuah kemitraan baru dengan pembuat obat AstraZeneca untuk memperoleh 300 juta dosis vaksin virus korona potensial yang dikembangkan oleh Universitas Oxford.
Baca Juga: Perusahaan China Klaim Vaksin Virus Corona Buatannya Efektif dan Aman
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- Terbongkar dari Tato! Polisi Tetapkan Pria Lawan Main Lisa Mariana Tersangka Kasus Video Porno
- Buntut Tragedi SMA 72 Jakarta, Pemerintah Ancam Blokir Game Online Seperti PUBG
Pilihan
-
Keuangan WIKA 'Berlumur Darah' Imbas Whoosh, Bosnya Pasrah Merugi
-
Respons Berkelas Dean James usai Bikin Gol Spektakuler ke Gawang Feyenoord
-
Pahitnya Niat Baik: Guru Dipecat Karena Kumpulkan Rp20 Ribu untuk Gaji Honorer
-
Pemerintah Mau 'Bebaskan' Reynhard Sinaga, Predator Seksual Terkejam di Sejarah Inggris
-
Bahlil soal Izin Tambang di Raja Ampat : Barang Ini Ada, Sebelum Saya Ada di Muka Bumi!
Terkini
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak