Para peneliti menguji kadar darah tikus setelah mengalami hipoglikemia dan menemukan lebih banyak kortikosteron, indikator stres fisiologis. Tikus-tikus itu juga tampak lebih lamban ketika diberi pemblokir metabolisme glukosa.
"Anda mungkin berpendapat bahwa ini karena mereka membutuhkan glukosa untuk membuat otot mereka bekerja," kata Leri.
"Tapi ketika kita memberi mereka obat antidepresan yang umum digunakan, perilaku lamban tidak diamati. Hewan-hewan bergerak secara normal. Ini menarik karena otot mereka masih belum mendapatkan glukosa, tetapi perilaku mereka berubah," tambahnya.
Bagi orang yang mengalami kecemasan atau depresi, hasil studi ini memiliki implikasi untuk perawatan.
"Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami depresi dan kecemasan dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Mengetahui bahwa nutrisi adalah faktor, kita dapat memasukkan kebiasaan makan ke dalam pengobatan yang memungkinkan," kata Horman.
"Temuan ini juga memberikan wawasan tentang hubungan antara depresi dan penyakit seperti obesitas, diabetes, bulimia dan anoreksia," imbuh Horman.
Setelah menetapkan bahwa hipoglikemia berkontribusi terhadap keadaan mood negatif, para peneliti berencana untuk menentukan apakah hipoglikemia kronis jangka panjang merupakan faktor risiko untuk mengembangkan perilaku seperti depresi.
Meskipun melewatkan satu kali makan dapat membuat Anda lapar, temuan ini menunjukkan suasana hati Anda dapat terpengaruh jika melewatkan makan menjadi kebiasaan.
"Suasana hati yang buruk dan makan yang buruk bisa menjadi lingkaran setan di mana jika seseorang tidak makan dengan benar, mereka dapat mengalami penurunan suasana hati, dan penurunan suasana hati ini dapat membuat mereka tidak mau makan," ujar Horman.
Baca Juga: Studi Baru Temukan Efek Ketamine untuk Obati Orang Depresi
"Jika seseorang terus-menerus kehilangan makanan dan terus-menerus mengalami stresor ini, responsnya dapat memengaruhi keadaan emosi mereka pada tingkat yang lebih konstan," imbuhnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Pemerintah Mau 'Bebaskan' Reynhard Sinaga, Predator Seksual Terkejam di Sejarah Inggris
-
Bahlil soal Izin Tambang di Raja Ampat : Barang Ini Ada, Sebelum Saya Ada di Muka Bumi!
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
Terkini
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak