Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu mengakui penularan tetesan mikro melalui udara sebagai kemungkinan penyebab ketiga infeksi Covid-19. Bagi banyak peneliti di Jepang, fakta Covid-19 menyebar di udara itu bukanlah sesuatu yang baru.
Dilansir dari CBS News, negara berpenduduk padat ini telah beroperasi selama berbulan-bulan dengan asumsi bahwa partikel "aerosol" kecil yang mengambang di udara dapat menjadi perantara penyebaran Covid-19.
Awalnya WHO masih menolak untuk mengonfirmasi aerosol sebagai sumber utama infeksi Covid-19, dengan mengatakan lebih banyak bukti diperlukan. Tetapi para ilmuwan terus menekan.
"Jika WHO mengakui apa yang kami lakukan di Jepang, maka mungkin di bagian lain dunia, mereka akan berubah (prosedur antivirus mereka)," kata Shin-Ichi Tanabe, seorang profesor di departemen arsitektur Universitas Waseda yang bergengsi Jepang.
Tanabe adalah salah satu dari 239 ilmuwan internasional yang ikut menulis surat terbuka kepada WHO. Mereka mendesak badan PBB itu untuk merevisi pedomannya tentang cara menghentikan penyebaran virus.
Tetesan besar yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut cenderung jatuh ke tanah dengan cepat, jelas Makoto Tsubokura, yang menjalankan laboratorium Computational Fluid Dynamics di Universitas Kobe.
Untuk partikel pernapasan yang lebih besar ini, jarak sosial dan masker wajah dianggap sebagai perlindungan yang memadai. Tetapi di kamar dengan udara kering dan ber-AC, Tsubokura mengatakan penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang batuk, bersin, dan bahkan berbicara dan bernyanyi, mengeluarkan partikel kecil yang menentang gravitasi.
Artinya, partikel itu mampu bertahan di udara selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari, dan menempuh jarak panjang sebuah ruangan.
Pertahanan utama terhadap aerosol, kata Tsubokura, adalah mengencerkan jumlah virus di udara dengan membuka jendela dan pintu, memastikan sistem pendingin AC mengedarkan udara segar.
Baca Juga: Jokowi Minta TNI-Polri Ikut Atasi Krisis Akibat Covid-19
Di kantor terbuka, ia mengatakan partisi harus cukup tinggi untuk mencegah kontak langsung dengan tetesan besar, tetapi perlu cukup rendah untuk menghindari menciptakan awan virus-udara yang berat (55 inci, atau tinggi kepala).
Bagi orang Jepang, pengakuan WHO terkait Covid-19 menyebar di udara ini setidaknya membuktikan efektivitas strategi yang diadopsi negara pada Februari lalu. Sejak 5 bulan lalu penduduk Jepang sudah diminta untuk menghindari "3 C", cramped spaces, crowded areas dan close conversation (ruang sempit, daerah ramai dan percakapan dekat).
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi