Suara.com - Hasil penelitian menunjukkan setiap pasien Covid-19 meninggal menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah.
Spesialis penyakit menular dari Imperial College London, Profesor Graham Cooke, melakukan analisis pasien dengan post-mortem atau sejenis autopsi pasien yang meninggal karena Covid-19.
Hasilnya sangat jelas menunjukkan bahwa semua pasien Covid-19 mengalami pembekuan darah. Meski bukan jadi penyebab langsung terjadinya kematian, namun teori mengatakan keadaan ini menyebabkan komplikasi vaskular atau penyakit jantung.
Meski diketahui Covid-19 menyerang paru-paru, tapi virus ini juga bisa menyerang organ lain. Gumpalan darah ini bermunculan dan menyebabkan komplikasi yang mengejutkan. Kemudian uji coba obat pun digunakan untuk menghentikan terjadinya penyumbatan pembuluh darah.
“Kami melakukan serangkaian post mortem (autopsi) yang sangat besar, menunjukan dengan sangat jelas bahwa setiap pasien yang kami temui memiliki bukti trombosis (pembekuan darah) di suatu tempat,” ujar Prof. Cooke saat membahas penelitiannya, mengutip Dailymail, Rabu (15/7/2020).
Gumpalan trombosit atau pembekuan darah ini terjadi di beberapa organ, paling sering Prof. Cooke temukan pembekuan di pembuluh darah jantung dan di jaringan vena jantung.
Pembekuan darah terjadi biasanya dalam bentuk bola, dan berkumpul lalu menyumbat jaringan yang seharusnya mengalirkan darah secara lancar. Profesor yang juga terlibat dalam penelitian di NHS itu menyimpulkan jika Covid-19 adalah penyakit multi sistem.
Profesor Roopen Arya dari King's College London memperkirakan pada Mei ada sebanyak 30 persen pasien Covid-19 di rumah sakit yang mengalami pembekuan darah.
"Saya pikir sudah menjadi jelas bahwa trombosis (pembekuan darah) adalah masalah utama," kata Prof. Arya.
Baca Juga: Dokter: Pasien Covid-19 Gejala Ringan Berisiko Alami Efek Samping Parah
Di sisi lain, para ahli tidak mengerti mengapa virus bisa menyebabkan penyumbatan karena pembekuan darah. Teori yang mungkin terjadi, kemungkinan ini adalah reaksi berlebihan dari kekebalan tubuh untuk melawan virus yang disebut badai sitokin.
Respon sistem imun berlebihan inilah yang bisa merusak jaringan sehat. Seperti yang ditemukan para ilmuwan dari Universitas Utah, peradangan dari virus memicu perilaku sel darah menjadi hiperaktif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
-
Satu Indonesia ke Jogja, Euforia Wisata Akhir Tahun dengan Embel-embel Murah Meriah
Terkini
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang
-
Ketika Anak Muda Jadi Garda Depan Pencegahan Penyakit Tak Menular
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek