Suara.com - Untuk penyakit tertentu, ganja mungkin memiliki khasiat sebagai obat. Tetapi ganja juga bisa berbahaya bagi jantung dan pembuluh darah, demikian laporan dari American Heart Association (AHA).
Pernyataan AHA di jurnal Circulation, ada beberapa studi tentang topik tersebut. Bahan kimia dalam ganja telah dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terhadap serangan jantung, gagal jantung, dan fibrilasi atrium.
Tetapi penelitian tersebut bersifat observasional dan tidak membuktikan bahwa bahan kimia adalah penyebab peningkatan risiko.
Satu studi yang dikutip dalam pernyataan AHA melaporkan bahwa 6 persen pasien di bawah usia 50 tahun yang mengalami serangan jantung menggunakan ganja.
Studi lain mencatat peluang yang jauh lebih tinggi mengalami stroke pada pengguna ganja usia 18 hingga 44 tahun.
Dr. Chip Lavie, seorang ahli jantung di Ochsner Medical Center di New Orleans, Louisiana, mengatakan bahwa ganja telah diketahui memiliki efek buruk pada koagulasi, meningkatkan kejadian kardiovaskular akut, dan menyebabkan efek vaskular yang buruk.
“Kami masih belum merasakan dampaknya pada pengguna sesekali, pengguna dosis tinggi, dan pengguna yang sangat kronis,” kata Lavie dikutip dari Healthline.
Ketika ganja digunakan dalam jangka pendek pada beberapa pasien, manfaatnya mungkin lebih besar daripada risikonya. Tetapi, menurut Lavie, bahaya tambahan konsumsi ganja dengan produk tidak murni dan vaping masih ada.
Muthiah Vaduganathan, seorang ahli jantung di Brigham and Women's Hospital di Boston, Massachusetts, menunjukkan bahwa beberapa bentuk pengiriman ganja, seperti vaping, dapat memiliki implikasi kesehatan kardiovaskular.
Baca Juga: Demi Pengobatan, Warga Thailand Boleh Tanam Ganja Sendiri di Rumah
Karena reseptor cannabinoid tersebar ke seluruh tubuh, termasuk di jantung. Ada dampak potensial untuk efek pada jantung, kata Vaduganathan.
Meski begitu diakui AHA, tidak semua penelitian tentang ganja menunjukkan bahaya.
"Meskipun ganja dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk tujuan medis seperti pengendalian kejang atau mengurangi mual dan meningkatkan nafsu makan pada orang dengan kanker atau HIV, beberapa orang tidak menyadari potensi bahayanya ketika digunakan untuk tujuan rekreasi," kata Dr. Michael Miller, seorang profesor kardiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Maryland.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
Terkini
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang
-
Ketika Anak Muda Jadi Garda Depan Pencegahan Penyakit Tak Menular
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek