Suara.com - Meski kasus baru masih terus bermunculan, harapan untuk bisa menghentikan pandemi Covid-19 juga tidak kalah banyaknya. Terbaru, ada kabar yang menyebut bahwa tes darah sederhana dapat memprediksi pasien Covid-19 mana yang cenderung menjadi lebih buruk dan meninggal.
"Ketika kami pertama kali mulai merawat pasien Covid-19, kami mengamati mereka menjadi lebih baik atau lebih buruk, tetapi kami tidak tahu mengapa," kata peneliti Dr Juan Reyes.
Dia adalah asisten profesor kedokteran di Sekolah Kedokteran dan Ilmu Kesehatan George Washington, di Washington, D.C. Demikian seperti dilansir dari Health 24.
"Beberapa studi awal telah keluar dari China yang menunjukkan biomarker tertentu dikaitkan dengan hasil yang buruk. Ada keinginan untuk melihat apakah itu benar untuk pasien kami di sini di AS," kata Reyes dalam rilis berita sekolah.
Untuk penelitian tersebut, Reyes dan koleganya mengevaluasi hampir 300 pasien dengan Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit George Washington antara 12 Maret dan 9 Mei 2020.
Dari jumlah tersebut, 200 memiliki semua biomarker yang sedang dipelajari, yaitu IL-6, D-dimer, CRP, LDH dan ferritin.
Tingkat yang lebih tinggi dari penanda ini terkait dengan peradangan dan gangguan pendarahan, dan peningkatan risiko dirawat di unit perawatan intensif, membutuhkan dukungan ventilator, dan kematian, para peneliti menemukan.
Penulis studi Dr Shant Ayanian berkata, "Kami berharap penanda biologis ini membantu dokter menentukan seberapa agresif mereka perlu merawat pasien, apakah pasien harus dipulangkan, dan bagaimana memantau pasien yang akan pulang, di antara keputusan klinis lainnya."
Ayanian adalah asisten profesor kedokteran di Sekolah Kedokteran dan Ilmu Kesehatan George Washington.
Baca Juga: Soal Rencana Buka Kembali Sekolah, Menteri Nadiem Diminta Gunakan Hati
Saat ini, dokter mendasarkan risiko Covid-19 menjadi lebih buruk atau berakibat fatal pada usia dan kondisi medis yang mendasarinya. Tetapi tes darah sederhana ini dapat membantu dalam membuat keputusan klinis, kata para peneliti.
Laporan tersebut dipublikasikan secara online baru-baru ini di jurnal Future Medicine.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Keuangan WIKA 'Berlumur Darah' Imbas Whoosh, Bosnya Pasrah Merugi
-
Respons Berkelas Dean James usai Bikin Gol Spektakuler ke Gawang Feyenoord
-
Pahitnya Niat Baik: Guru Dipecat Karena Kumpulkan Rp20 Ribu untuk Gaji Honorer
-
Pemerintah Mau 'Bebaskan' Reynhard Sinaga, Predator Seksual Terkejam di Sejarah Inggris
-
Bahlil soal Izin Tambang di Raja Ampat : Barang Ini Ada, Sebelum Saya Ada di Muka Bumi!
Terkini
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak