Suara.com - China telah mengonfirmasi paten vaksin Covid-19 pada Minggu, 16 Agustus 2020 lalu.
"China telah menyetujui paten vaksin Covid-19 pertama, yang telah dikembangkan oleh tim Chen Wei, ahli penyakit menular PLA. Sebelumnya, uji coba tahap dua menyimpulkan bahwa vaksin tersebut aman dan memicu respons kekebalan," ujar China Global Television Network (CGTN) lewat Twitter seperti yang Suara.com kutip di Antara, Selasa (18/8/2020).
Mengutip data uji klinis yang diterbitkan Journal of American Medical Association, pada hari sebelumnya Kantor Berita Xinhua milik pemerintah China melaporkan bahwa kandidat vaksin Covid-19 telah dinyatakan “aman dan menghasilkan respon kekebalan.”
Penelitian tersebut melibatkan 320 “sukarelawan sehat” berusia antara 18 dan 59 tahun dengan 96 di antaranya berpartisipasi dalam uji klinis fase 1 dan 224 lainnya mengikuti uji klinis fase 2, kata dia.
Xinhua mengatakan, hasil uji klinis menyimpulkan bahwa vaksin secara efektif menginduksi antibodi penawar pada sukarelawan dan sukses memicu respons kekebalan.
Sebelumnya pada Sabtu, Kementerian Kesehatan Rusia mengumumkan telah memulai produksi vaksin Covid-19 pertamanya, mencatat periode awal akan dialokasikan untuk mengimunisasi dokter dan petugas kesehatan sebelum disebarkan ke masyarakat umum.
Secara resmi, Rusia menjadi negara yang telah mendaftarkan vaksin virus corona Covid-19 pertama di dunia, yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology.
Pengumuman tersebut memicu keraguan seluruh dunia karena Rusia berencana untuk melanjutkan tahap ketiga uji coba bersama dengan produksi dan penggunaan vaksin.
Pandemi Covid-19 telah merenggut lebih dari 772.000 nyawa di 188 negara dan wilayah di seluruh dunia sejak Desember 2019 lalu.
Baca Juga: Mutasi Covid-19 di Malaysia Dikhawatirkan Bikin Vaksin Tak Efektif
AS, Brasil, India, dan Rusia adalah tiga negara yang terkena dampak paling parah dari pandemi tersebut. Lebih dari 21,5 juta kasus Covid-19 telah dilaporkan dari seluruh dunia, dengan kasus pasien pulih melebihi 13,5 juta, menurut angka yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins yang berbasis di AS.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Keuangan WIKA 'Berlumur Darah' Imbas Whoosh, Bosnya Pasrah Merugi
-
Respons Berkelas Dean James usai Bikin Gol Spektakuler ke Gawang Feyenoord
-
Pahitnya Niat Baik: Guru Dipecat Karena Kumpulkan Rp20 Ribu untuk Gaji Honorer
-
Pemerintah Mau 'Bebaskan' Reynhard Sinaga, Predator Seksual Terkejam di Sejarah Inggris
-
Bahlil soal Izin Tambang di Raja Ampat : Barang Ini Ada, Sebelum Saya Ada di Muka Bumi!
Terkini
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak