Suara.com - Ngemil jadi kegiatan yang disukai banyak orang. Tak selalu karena lapar, karena faktanya banyak orang ngemil sekadar mengisi waktu luang atau karena stres. Yang berbahaya, kalau ngemil jadi kebablasan, karena membuat berat badan jadi naik.
Itulah mengapa kita perlu bersikap bijak dan sadar diri saat ngemil. Banyak orang tidak sadar saat ngemil, karena mereka melakukannya sambil bekerja, menonton film, atau sambil main game. Itulah yang buruk.
"Kadang kita sibuk dengan berbagai kegiatan sambil ngemil, sambil main gadget, itulah akar permasalahannya. Kita tidak sadar apa yang sudah kita konsumsi," ujar Head of Corporate Communications Mondelez Indonesia, Khrisma Fitriasari, dalam acara #NgemilBijak beberapa waktu lalu.
Dia juga mengungkap survei di tahun 2019, bahwa orang Indonesia sangat doyan ngemil dan dilakukan tiga kali sekali. Bahkan rata-ratanya melebihi persentasi dunia 2,26 persen, di mana Indonesia 2,70 persen.
Sementara itu, menilik alasan orang Indonesia ngemil, 93 persen ternyata melakukannya untuk memperbaiki mood. Sedangkan di dunia, alasan ini hanya digunakan 76 persen orang di dunia.
"Tinggi sekali persentasenya orang-orang Indonesia menggunakan camilan untuk meningkatkan mood, untuk mendapatkan rasa nyaman, rata-rata datanya lebih tinggi daripada data global," tutur Kharisma.
Fenomena ini diamini Psikolog Klinis, Tara De Thouars, yang membenarkan adanya hubungan ngemil dengan psikologis seseorang. Kaitan antara makanan dan emosi seseorang sangat erat.
"Kalau kita di Indonesia, makanan itu menjadi salah satu cara mempererat kebersamaan, sangat penting selalu di situ ada makanan, semua dikaitkan dengan makanan," jelas Tara.
Bayangkan saja dalam suatu pesta pernikahan, ulang tahun, hingga perayaan apapun, kita selalu memikirkan menu makanan terbaik untuk mengisi acara tersebut.
Baca Juga: Ngemil Margarin Pakai Sumpit, Hobi Unik Wanita Ini Malah Bikin Mual
"Secara psikologis dikaitkan kepada bahwa makanan itu satu hal yang penting, harus dipikirkan. Kalau dilihat kondisi pandemi, ada istilah emosional eating, ketika menggunakan makanan sebagai pelarian dari stres," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak