Suara.com - Pria lansia yang terinfeksi virus corona baru dua kali lebih mungkin menjadi sakit parah dan meninggal dibandingkan perempuan pada usia yang sama, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan Rabu.
Temuan menunjukkan bahwa pria di atas usia 60 mungkin perlu lebih bergantung pada vaksin untuk melindungi dari infeksi. Peneliti Universitas Yale juga menyimpulkan bahwa pria menghasilkan respons kekebalan yang lebih lemah terhadap virus dibandingkan perempuan.
"Pasien perempuan
meningkatkan aktivasi sel T secara signifikan lebih kuat daripada pasien pria selama infeksi SARS-CoV-2, yang bertahan di usia tua," kata penulis penelitian menjelaskan dalam abstrak temuan mereka.
Sel T dapat menghentikan penyebaran infeksi dan membunuh sel yang tercemar virus.
“Yang penting, kami menemukan bahwa respon sel T yang buruk berkorelasi negatif dengan usia pasien dan dikaitkan dengan hasil penyakit yang lebih buruk pada pasien laki-laki, tetapi tidak pada pasien perempuan,” mereka melanjutkan.
Tim tersebut menganalisis respons kekebalan pada 17 pria dan 22 wanita yang dirawat di rumah sakit segera setelah mereka terinfeksi. Mereka kemudian mengambil darah, air liur, urin, feses, dan usapan nasofaring dari pasien setiap tiga sampai tujuh hari.
Analisis mengecualikan pasien yang menggunakan ventilator atau mereka yang memakai obat yang mempengaruhi sistem kekebalan.
Seperti yang dilaporkan The New York Times Rabu, perempuan diketahui memiliki respons kekebalan yang lebih cepat dan lebih kuat, setidaknya sebagian karena tubuh mereka cenderung melawan patogen yang mengancam bayi yang belum lahir atau yang baru lahir.
Baca Juga: Positif Corona, Hari Ini Novel Baswedan dan Keluarga Kembali Dites Swab
Akan tetapi, sistem kekebalan yang terus-menerus dalam keadaan siaga tinggi dapat merusak tubuh; kebanyakan penyakit autoimun lebih banyak menyerang wanita.
Laporan penelitian mencatat keterbatasannya: Itu kecil, dan usia pasien membuatnya sulit untuk menilai bagaimana tanggapan kekebalan berubah seiring bertambahnya usia.
Meskipun perusahaan yang mengejar vaksin virus corona belum merilis data klinis yang dipantau berdasarkan jenis kelamin peserta uji coba, temuan ini menggarisbawahi perlunya fokus yang diperbesar dan dapat memengaruhi keputusan tentang dosis.
Badan Pengawas Obat dan Makanan A.S. (FDA) telah meminta perusahaan untuk mengirimkan data tersebut serta temuan berdasarkan ras dan etnis.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penampakan Rumah Denada yang Mau Dijual, Lokasi Strategis tapi Kondisinya Jadi Perbincangan
- Belajar dari Tragedi Bulan Madu Berujung Maut, Kenali 6 Penyebab Water Heater Rusak dan Bocor
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 4 Mobil Listrik Termurah di Indonesia per Oktober 2025: Mulai Rp180 Jutaan
Pilihan
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
-
Tokoh Nasional dan Kader Partai Lain Dikabarkan Gabung PSI, Jokowi: Melihat Masa Depan
-
Proyek Rp65 Triliun Aguan Mendadak Kehilangan Status Strategis, Saham PANI Anjlok 1.100 Poin
-
Pundit Belanda: Patrick Kluivert, Alex Pastoor Cs Gagal Total
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
Terkini
-
Lagi Stres Kok Jadi Makan Berlebihan? Ini Penjelasan Psikolog Klinis
-
Otak Ternyata Bisa Meniru Emosi Orang, Hati-hati Anxiety Bisa Menular
-
National Hospital Surabaya Buktikan Masa Depan Medis Ada di Tangan AI!
-
Inovasi Bedah Robotik Pertama di Indonesia: Angkat Kanker Payudara Tanpa Hilangkan Bentuk Alami
-
Riset Ungkap Rahasia Bahagia: Bergerak 15 Menit Setiap Hari Bikin Mental Lebih Sehat
-
Mengembalikan Filosofi Pilates sebagai Olahraga yang Menyatukan Gerak, Napas, dan Ketenangan
-
Perawatan Mata Modern di Tengah Maraknya Gangguan Penglihatan
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Susu Kambing Etawanesia Bisa Cegah Asam Urat, Ini Kata dr Adrian di Podcast Raditya Dika