Suara.com - Sejak kasus HIV/AIDS meledak pada 1980-an, para peneliti telah emncari cara untuk mengakali virus mematikan ini. Sekarang, berkat terapi anti-retrovial, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat hidup dengan rentang hidup relatif normal, selama mereka meminum obatnya setiap hari.
"Jika mereka berhenti, dalam waktu singkat virus akan kembali menyerang," kata Mark Painter, Ph.D., mahasiswa pascasarjana di Departemen mikrobiologi dan imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Michigan.
HIV dapat bersembunyi di dalam genom manusia, 'tertidur' dan siap muncul kapan saja. Karenanya, pengoabtan sejati untuk HIV bergantung pada membangunkan 'virus laten' atau virus yang tidak aktif dan menghilangkannya sebelym mereka kembali menguasai sel-sel tubuh.
Melakukan penelitian di bawah arahan Kathleen Collins, MD, Ph.D., mereka berusaha menemukan 'senjata' untuk membunuh HIV dengan menargetkan protein, yang disebut Nef.
Peneliti mencoba menentukan apakah sudah ada obat atau molekul yang disetujui BPOM AS (FDA) di pasaran yang dapat menggantikan Nef, memulihkan MHC-I dan memungkinkan sistem kekebalan tubuh sendiri, khususnya sel limfosit T sitotoksik, untuk mengenali sel yang terinfeksi HIV, dan menghancurkannya.
MHC-I adalah protein pada permukaan sel yang memungkinkan sel kekebalan mengetahui bahwa sel tersebut terinfeksi dan harus disingkirkan.
Setelah menyaring sekitar 30.000 molekul, mereka menemukan bahwa kelas molekul antibiotik yang disebut pleicomacrolides menghambat Nef.
Dalam percobaan bukti konsep, mereka mengobati sel yang terinfeksi HIV, dan Nef mengekspresikan sel dengan concanamycin A. Mereka menemukan bahwa sel T sitotoksik mampu membersihkan sel T yang terinfeksi.
"Saya berharap kami akan menemukan sesuatu yang bekerja sebaik senyawa ini, tetapi tidak pernah ada jaminan bahwa kami benar-benar akan berhasil. Jenis penelitian ini berisiko tetapi sangat penting karena potensi imbalannya," kata Collins, dilansir Medical Express.
Baca Juga: Bisa Sebabkan AIDS, Inilah Alasan Pentingnya Pengetahuan Tentang IMS
Namun, peneliti mengatakan perlu dilakukan banyak studi untuk mengoptimalkan senyawa tersebut.
Collins dan rekan-rekannya terus bekerja untuk menyempurnakan kimiawi concanamycin A agar lebih layak sebagai terapi potensial HIV.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental