Suara.com - Hanya dalam enam bulan, uji coba kontrol acak terbesar di dunia pada terapi Covid-19 telah menghasilkan bukti pasti tentang keefektifan obat yang digunakan kembali untuk mengatasi Covid-19.
Hasil sementara dari Solidarity Therapeutics Trial, yang dikoordinasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa rejimen remdesivir, hidroksiklorokuin, lopinavir/ritonavir dan interferon tampaknya memiliki sedikit atau tidak ada efek pada kematian 28 hari atau penggunaan Covid-19 di rumah sakit di antara pasien rawat inap.
Dilansir dari Medical Xpress, penelitian yang dilakukan di lebih dari 30 negara tersebut mengamati efek perawatan obat pada kematian secara keseluruhan, memulai ventilasi, dan durasi rawat inap pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Penggunaan obat lain, misalnya dalam pengobatan pasien di masyarakat atau untuk pencegahan, harus diperiksa dengan menggunakan uji coba yang berbeda.
Kemajuan yang dicapai oleh Solidarity Therapeutics Trial menunjukkan bahwa uji coba internasional yang besar dimungkinkan, bahkan selama pandemi, dan menawarkan janji untuk menjawab pertanyaan kritis kesehatan masyarakat tentang terapi dengan cepat dan andal.
Baru obat antivirus , imunomodulator dan anti-SARS COV-2 antibodi monoklonal sekarang sedang dipertimbangkan untuk evaluasi.
Hasil uji coba sedang ditinjau untuk dipublikasikan di jurnal medis dan telah diunggah sebagai pracetak di medRxiv.
Sebelumnya, dikutip dari 9News, hidroksiklorokuin yang merupakan obat malaria diyakini Presiden Trump punya potensi menangkal Covid-19 ditemukan tidak mencegah infeksi di antara sukarelawan dalam sebuah penelitian
Penelitian yang diakhiri lebih awal ini melibatkan 125 petugas kesehatan, beberapa di antaranya mengonsumsi hidroksiklorokuin setiap hari selama delapan minggu, sementara yang lain menggunakan plasebo.
Baca Juga: Kabar Baik, Celltrion Kantongi Restu Uji Klinis Tahap 3 Obat Covid-19
"Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat infeksi pada peserta yang secara acak menerima hidroksiklorokuin dibandingkan dengan plasebo," tulis para peneliti dalam penelitian tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Internal Medicine.
Berdasarkan temuan mereka, para peneliti dari University of Pennsylvania menulis bahwa mereka "tidak dapat merekomendasikan penggunaan hidroksiklorokuin secara rutin" di antara petugas kesehatan untuk mencegah Covid-19.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia