Suara.com - Akibat pandemi Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan akan ada tambahan 140 juta masyarakat dunia yang kelaparan. Kelaparan yang terjadi, entah karena kehilangan pekerjaan atau kesulitan mendapatkan akses pangan, jadi tugas besar semua pihak untuk mengatasinya agar kondisi ini tidak berubah menjadi malnutrisi atau gizi buruk.
"Artinya apa, mengakhiri kelaparan ini masih on the track atau belum pada jalurnya. Kita perlu mendukung dan memberi makan kepada orang miskin, kepada kaum marjinal, yang masih kelaparan," ujar Prof. Dr. Ir Eni Harmayani M.Sc, Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada dalam acara Foodbank of Indonesia (FPI), Rabu (28/10/2020).
Tapi jika ingin memberi makan masyarakat kelaparan, harap diperhatikan juga bahwa makan bukan asal makan, tapi pastikan gizinya lengkap. Tidak harus mahal, sumber pangan lokal yang kaya gizi juga bisa dimanfaatkan.
Itu sebabnya, seharusnya kita tidak memberi makan kaum miskin dengan sekadar beras atau mi instan semata. Berusahalah untuk mengimbanginya dilengkapi dengan telur atau ikan kalengan, sayur, dan sebagainya.
"Jadi lebih dari sekedar menyediakan makanan, tetapi apa yang dimakan oleh masyarakat khususnya anak-anak harus jadi perhatian kita," ujar Prof. Eni.
Setelah makanan diberikan, tidak asal dilepaskan begitu saja. Pastikan juga mereka yang diberi makan mendapat edukasi. Misalnya, setelah diberikan beras, telur, ikan kalengan, dan sayur, jangan sampai yang dimasak untuk menu sehari hanya nasi dan telur, tidak ditambah sayur. Atau hanya nasi dan ikan, tapi tidak ditambah sayur. Ini artinya, mereka tidak mendapatkan gizi yang seimbang. Termasuk juga kemungkinan ada proses masak yang salah jika tidak didampingi.
"Karena mungkin saja makanannya bagus tapi cara memasaknya salah atau prosesnya salah, sehingga yang dikonsumsi atau yang masuk ke dalam tubuh menjadi sangat tidak sehat," terang Prof. Eni.
Pola diet atau pola makan yang tidak sehat kerap ditemukan sebagai kendala utama terjadinya kurang gizi di masyarakat. Misalnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang hanya mengonsumsi nasi hanya dengan gorengan atau fast food makanan cepat saji.
Ingat juga persoalan kelaparan bukan persoalan tidak makan semata, tapi nutrisi yang tidak seimbang yang menyebabkan tubuh 'kelaparan' nutrisi, sehingga pertumbuhan otak hingga tubuh pada anak terganggu, lalu terjadilah stunting atau anak tumbuh pendek.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Jadi Peristiwa Terbesar dalam Sejarah Indonesia Modern
Sementara itu berdasarkan data dari WHO, angka kelaparan di tahun 2019 sudah mencapai 690 juta orang, Ini naik 10 juta dari tahun 2018, dan naik 60 juta orang dibanding 5 tahun yang lalu pada 2014.
Berita Terkait
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Stanley Matthews: Peraih Ballon dOr Pertama yang Bermain hingga Usia 50 Tahun
-
Jordi Amat Tak Sabar Bela Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
-
Hasil BRI Super League: Persib Menang Comeback Atas Arema FC
-
Malaysia Turunin Harga Bensin, Netizen Indonesia Auto Julid: Di Sini yang Turun Hujan Doang!
-
Drama Bilqis dan Enji: Ayu Ting Ting Ungkap Kebenaran yang Selama Ini Disembunyikan
Terkini
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!
-
Padel Court Pertama Hadir di Dalam Mal, Bawa Olahraga Jadi Makin Fun!
-
Nyaris Setengah Anak Indonesia Kekurangan Air Minum: Dampaknya ke Fokus dan Belajar
-
Event Lari Paling Seru! 8.500 Pelari Pulang Happy dengan Goodie Bag Eksklusif
-
Manfaat Donor Darah Kurang Maksimal Tanpa Peralatan Pendukung Terbaik
-
Awas, Penyakit Jantung Koroner Kini Mulai Serang Usia 19 Tahun!
-
Anak Rentan DBD Sepanjang Tahun! Ini Jurus Ampuh Melindungi Keluarga
-
Main di Luar Lebih Asyik, Taman Bermain Baru Jadi Tempat Favorit Anak dan Keluarga
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia