Suara.com - Belakangan Komodo tengah banyak di bicarakan oleh masyarakat. Hal ini karena rencana pemerintah untuk membangun tempat wisata di habitat Komodo itu sendiri.
Terbaru, para peneliti di Amerika Serikat telah menemukan penangkal yang tidak mungkin untuk bakteri yang kebal antibiotik, yakni obat yang terbuat dari darah komodo.
"Reptil Indonesia "sangat berhasil bertahan hidup dalam kondisi penuh bakteri jahat tempat mereka tinggal," kata Monique Van Hoek, direktur asosiasi di Sekolah Biologi Sistem Universitas George Mason, yang mempelopori studi berdarah tersebut dilansir dari New York Post.
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Medical Microbiology, para ilmuwan mensintesis antibiotik baru, DRGN-6, dengan menggabungkan dua gen yang ditemukan dalam darah kadal yang terancam punah, yang terbesar di dunia dengan panjang hingga 10 kaki.
Darah komodo mungkin terdengar seperti ramuan minuman penyihir. Namun, dalam uji praklinis, DRGN-6 membunuh bakteri yang resistan terhadap obat - Klebsiella pneumoniae - di balik jenis pneumonia yang agresif.
Tidak hanya itu, sebuah studi tahun 2017 oleh tim yang sama menunjukkan bahwa molekul lain yang ditemukan dalam darah komodo, DRGN-1, bahkan memfasilitasi penyembuhan luka yang disebabkan oleh infeksi Staph pada tikus.
Para peneliti menghubungkan sifat antimikroba darah dengan fakta bahwa spesies berevolusi secara berbeda dari manusia.
"Kekebalan mereka mungkin berbeda ... dan melindungi dari bakteri yang berbeda," kata Van Hoek.
Mulut komodo dilaporkan menyimpan lebih dari 80 jenis bakteri, beberapa di antaranya menyebabkan keracunan darah pada manusia dan hewan yang digigit.
Baca Juga: Ramai Kecam Jurassic Park Komodo, Netizen: Makin Jijik Sama Pemerintah
Faktanya, predator itu sebelumnya dianggap melumpuhkan mangsanya dengan gigitannya yang dipenuhi bakteri - sebelum para peneliti menemukan bahwa ia memiliki kelenjar racun yang sebenarnya.
Ilmuwan berharap kekebalan ini dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk melawan superbug Klebsiella pneumoniae.
Van Hoek menganggap studi tersebut sebagai "langkah kritis pertama," tetapi mungkin perlu 10 tahun sebelum DRGN-6 tersedia untuk umum. Pertama-tama tim harus mengutak-atik molekul tersebut untuk memastikan bahwa molekul itu tidak membahayakan sel darah merah sebagai efek tambahan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan