Suara.com - Banyaknya perawatan infeksi Covid-19 di rumah sakit di seluruh dunia ternyata memiliki dampak lain, yaitu memicu infeksi 'superbug', mikroba yang resistan terhadap obat.
Superbug tersebut adalah jamur Candida auris yang dapat menginfeksi telinga dan membuka luka, serta dapat memasuki aliran darah sehingga memicu infeksi parah di seluruh tubuh.
Berdasarkan Live Science, jamur dapat menempel di permukaan dan menyebar dengan mudah di tempat-tempat perawatan kesehatan, terutama pada pasien yang menggunakan kateter atau tabung lain dengan saluran masuk ke tubuh mereka.
Sekarang, data awal menunjukkan bahwa masuknya pasien Covid-19 ke rumah sakit juga mendorong lonjakan kasus jamur C. auris, menurut laporan National Geographic.
Khususnya di Amerika Serikat yang telah melaporkan 1.272 kasus infeksi jamur tahun ini, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Jumlah kasus pada 2020 mungkin lebih tinggi dari yang dilaporkan, mengingat pandemi virus corona ini telah mengganggu sistem pengawasan yang digunakan untuk melacak penyebaran jamur.
"Sayangnya, ada beberapa tempat di mana kami melihat kebangkitan C. auris," kata Dr. Tom Chiller, kepala cabang penyakit mikotik di CDC.
CDC mengatakan bahwa pasien dapat terkolonisasi C. auris untuk waktu yang lama.
"Artinya jamur dapat tetap di kulit mereka tanpa menyebabkan gejala yang jelas dan C. auris dapat bertahan di permukaan di lingkungan perawatan kesehatan," sambungnya.
Baca Juga: Gadis 14 Tahun Temukan Senyawa Pengikat & Menonaktifkan Virus Corona
Tantangan lainnya adalah superbug sangat sulit disembuhkan karena resisten terhadap obat antijamur, seperti fluconazole, dan amphotericin B.
Karena resistensi obat, kadang-kadang dokter harus menggunakan obat lini ketiga untuk mengobati pasien jika pengobatan lini kedua juga gagal.
Anuradha Chowdhary, profesor mikologi medis di Vallabhbhai Patel Chest Institute di University of Delhi, mengatakan pasien Covid-19 harus diskrining secara teratur untuk C. auris.
Jika jenis C. auris tertentu juga resisten terhadap ketiga kelas obat antijamur, dokter perlu memberikan dosis tinggi untuk mengobati infeksi.
"Namun pengobatan ini akan menjadi pilihan terakhir," catat CDC.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental