Suara.com - Sebuah studi baru terhadap 15 ibu menyusui yang sudah sembuh dari Covid-19 menunjukkan ada kemungkinan ASI memiliki antibodi yang kuat untuk melawan virus corona jenis baru.
Penelitian yang dilaporkan ke iScience untuk edisi November ini menemukan semua ibu menyusui tersebut memiliki antibodi yang reaktif terhadap protein lonjakan SARS-CoV-2.
Kabar baiknya, kekebalan virus pada sang ibu dapat 'ditularkan' ke bayi mereka.
Penulis studi Rebecca Powell, ahli imunologi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York City, antibodi di dalam ASI juga mungkin lebih berguna dari sekadar melindungi bayi dari virus, yaitu sebagai terapi Covid-19.
"Namun, orang-orang mempertanyakan apakah ini sesuatu yang benar-benar bisa terjadi," kata Powell, dilansir dari The Scientist.
Menurutnya, hal ini diragukan lantaran tidak ada pemahaman yang lebih luas tentang manfaat kekebalan dari ASI. Konsep tersebut belum dikembangkan dalam pengembangan obat antivirus.
Mendeteksi antibodi di dalam ASI
Powell telah menyelidiki imunologi ASI selama empat tahun terakhir dan menganalisis bagaimana vaksin flu musiman memicu respons kekebalan dalam ASI.
Hingga kemudian pandemi virus corona terjadi, ia beralih untuk mempelajari respons kekebalan SARS-CoV-2 dalam susu ibu tersebut.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Mulai Pulih dari Pandemi
Setelah melakukan analisis, peneliti menemukan sampel dari ibu menyusui yang sudah sembuh dari Covid-19 memiliki aktivitas pengikatan virus corona secara spesifik.
Sementara sampel pada wanita menyusui sebelum pandemi, atau pra-pandemi, memiliki tingkat aktivitas non-spesifik atau reaktif silang yang rendah.
Mereka selanjutnya menguji respons antibodi terhadap domain pengikatan reseptor protein lonjakan SARS-CoV-2, dan menemukan 12 dari 15 sampel susu dari pendonor yang sebelumnya terinfeksi Covid-19 menunjukkan adanya pengikatan antibodi imunoglobulin A (IgA) yang signifikan.
Beberapa dari sampel tersebut juga termasuk antibodi reaktif lain, seperti imunoglobulin G (IgM) dan imunoglobulin M (IgM). Dibandingkan dengan sampel kontrol, kadar IgA dan IgG yang paling tinggi.
Hasilnya sejalan dengan penelitian yang diterbitkan pada bulan September di Journal of Perinatology.
Studi tersebut mendeteksi IgA tingkat tinggi dan beberapa IgM serta IgG yang reaktif terhadap subunit S1 dan S2 dari protein lonjakan SARS-CoV-2 di sebagian besar sampel ASI yang dikumpulkan selama pandemi.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental