Suara.com - Menjelang akhir tahun 2020, kabar duka kembali datang dari dunia sepak bola Indonesia. Mantan pemain Timnas Indonesia, Ricky Yacobi, meninggal dunia karena serangan jantung saat tengah bermain bola, Sabtu (21/11/2020) pagi.
Meski serangan jantung bisa menimpa siapa saja, namun fenomena pesepak bola mengalami serangan jantung seperti Ricky bukanlah satu-satunya. Sudah banyak kasus pesepak bola meninggal karena serangan jantung, baik di dalam maupun luar negeri.
Kematian karena serangan jantung juga dialami pemain Kamerun, Marc Vivien Foe, yang meninggal di lapangan pada usia 28 tahun, dan mantan bek Inggris Ugo Ehiogu meninggal di usia 44 tahun.
Mengutip BBC, Sabtu (21/11/2020), ternyata risiko meninggal karena serangan jantung yang dialami pesepak bola tidak bisa dianggap remeh. Bahkan para ahli memperkirakan risiko kematian lebih tinggi sebagaimana yang diungkap dari hasil penelitian.
Penelitian ini sudah dipublikasi di situs New England Journal of Medicine, dengan menganalisis data 11.168 pemain muda sepak bola Inggris selama dua dekade atau dua puluh tahun lamanya.
Kardiomiopati adalah salah satu penyakit yang mempengaruhi otot jantung, yang juga dikenal sebagai silent killer atau pembunuh dalam diam, karena biasanya penyakit ini tanpa gejala, lalu terjadilah serangan jantung secara tiba-tiba.
Dan risiko akan semakin meningkat pada atlet elit dengan latihan yang ketat, karena aktivitas mereka sangat membebani jantung. Adrenalin saat bermain, rendahnya elektrolit, serta dehidrasi atau kekurangan cairan bisa sangat meningkatkan risiko serangan jantung.
Tapi sayangnya, belum ada satupun pakar yang yakin angka pasti kematian akibat serangan jantung pada pesepak bola.
Ahli hanya memperkirakan kejadian serangan jantung dialami 2 dari 100.000 pemain. Tapi analisis pakar lainnya menyebut angka kejadian bisa lebih dari itu, bahkan mencapai 7 dari 100.000 pemain.
Baca Juga: Polusi Udara Dapat Menyebabkan Stroke dan Serangan Jantung.
"Ini sama artinya kita harus sadar terhadap fakta bahwa risiko kematian lebih tinggi daripada yang kita duga, meskipun masih jarang ditemukan," ujar ahli jantung Prof. Sanjay Sharma selaku peneliti di St George's University of London.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter