Suara.com - Dua varian baru virus corona telah muncul, yaitu dari Inggris dan Afrika Selatan. Peneliti pun telah mengatakan bahwa jenis baru ini lebih menular daripada sebelumnya.
Bukti menunjukkan varian yang berasal dari Inggris tidak memengaruhi efektifitas vaksin Covid-19. Namun, peneliti khawatir dengan mutasi yang berasal dari Afrika Selatan.
Peneliti menduga varian baru dari Afrika Selatan membawa perubahan yang akan membantu virus, atau sebagian, 'lepas' dari kekebalan yang diberikan oleh vaksin.
Ini ada hubungannya dengan di mana perubahan tersebut terjadi, dan bagaimana pengaruhnya terhadap bentuk serta fungsi virus.
Semua vaksin Covid-19 yang saat ini beredar menargetkan protein lonjakan virus, struktur yang digunakannya untuk memasuki sel manusia.
"Protein ini kebetulan sangat penting sehingga selalu dilihat. Masuk akal bahwa sistem kekebalan kita akan difokuskan pada bagian terpenting virus," kata Buddy Creech, spesialis penyakit menular anak di Vanderbilt University Medical Center yang membantu memimpin uji klinis vaksin virus corona.
Virus yang bermutasi dengan mengubah tampilan protein lonjakan dapat membantu patogen ini bersembunyi dari dua sistem kekebalan, antibodi yang akan menempel pada virus dan menghentikannya menempel ke sel, serta sel T yang akan menyerang virus.
"Mungkin ada mutasi pada protein lonjakan yang berubah dengan cara yang membuat antibodi tidak (bekerja) sebaik itu. (Tapi) Kami belum melihat itu terjadi," sambungnya, dilansir CNN.
Inilah yang dikhawatirkan pada varian baru dari Afrika Selatan. Peneliti menemukan ada mutasi di satu tempat tertentu pada protein lonjakan, disebut E484 oleh ahli genetika virus, yang memengaruhi apakah sistem kekebalan dapat menetralkan virus.
Baca Juga: Gawat! ICU RS Corona di Jakarta Diprediksi Penuh pada 1 Februari
Beberapa penelitian menemukan mutasi itu dapat mengurangi aktivitas netralisasi sebanyak 10 kali lipat.
Tetapi respons sistem kekebalan manusia yang kompleks mungkin masih memungkinkannya memblokir virus di bagian lain, tidak hanya pada protein lonjakan.
"Sistem kekebalan manusia rumit, dan kemungkinan besar sebagian besar dari kita memiliki antibodi terhadap berbagai sasaran. Sepertinya varian ini tidak akan berdampak besar pada respons vaksin," jelas Scott Hensley, pakar imunologi dan biologi molekuler di University of Pennsylvania.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025