Suara.com - Terapi plasma konvaselen (TPK) diyakini sebagai salah satu upaya untuk menyembuhkan pasien yang mengidap COVID-19. Metode TPK ini sudah dikenal cukup lama. Mulai dari saat menghadapi flu Spanyol, Sars, H1N1, hingga COVID-19.
Dr. Monica selaku Pelopor Terapi Plasma Konvalesen, Sub Bidang TPK Satgas COVID-19 mengatakan bahwa dari dulu sampai sekarang, prinsip kerja TPK ini sama. Hanya saja, virus yang dihadapinya berbeda.
Prisip kerjanya yaitu dengan memindahkan plasma yang mengandung antibodi dari para penyintas Covid-19, ke penderita COvid-19yang masih sakit.
“Istilahnya seperti antibodi instan atau booster antibodi. Antibodi para penderita COVID-19 kurang. Jadi, ditambahin antibodi dari luar,” ucap Monica dalam keterangan yang diterima Suara.com, Sabtu (6/2/2021).
Pernyataannya kemudian, apakah ada efek samping dari terapi konvalesen ini?
Sebelumnya, Monica menjelaskan bahwa secara umum, kriteria pendonor plasma adalah orang yang pernah menderita Covid-19, dengan menyertakan surat terkonfirmasi positif Covi-19 melalui swab PCR.
Selain itu, orang tersebut sudah 14 hari bebas dari gejala COVID-19 dan dinyatakan sembuh dari virus corona dengan membawa surat terkonfirmasi negatif COVID-19 melalui swab PCR.
Ada juga beberapa persyaratan lainnya yaitu usia pendonor harus 18 sampai 60 tahun, tidak ada penyakit penyerta atau komorbid dan pendonor harus dalam keadaan sehat. Pendonor pun diutamakan laki-laki. Rupanya, ada alasan terkait hal tersebut.
“Diutamakan laki-laki bukan berarti perempuan enggak boleh. Diutamakan laki-laki yang belum pernah menerima transfusi darah sebelumnya. Kalau pun perempuan, diutamakan yang belum pernah hamil, keguguran dan menerima transfusi sebelumnya, karena ada satu faktor yang disebut HLA yaitu Human Leukocyte Antigen,” jelas Monica.
Baca Juga: Jangan Tidur Pakai Kaus Kaki Meski Kedinginan, Ini 5 Penyebabnya!
“HLA ini berhubungan dengan faktor resiko alergi pada paru-paru yang berat. Itu yang merupakan efek samping dari transfusi plasma. Tapi, efek samping ini sudah diminimalisasikan dan dihilangkan sejak awal dengan screening donor,” sambungnya.
Menurut Monica, hal yang harus dilakukan setelah itu adalah melihat kadar antibodi di dalam plasma, apakah sudah tercukupi atau belum. Donor plasma yang paling bagus adalah 3 sampai 4 bulan. Sebab, pada saat itu kadar antibodinya paling tinggi.
“Efek sampingnya itu frekuensinya 1 banding 5 ribu. Jadi, dari 5 ribu orang, ada satu yang kemungkinan ada reaksi alergi mulai dari ringan sampai ke paru-paru. Tapi, yang alergi berat paru-paru sudah diminimalisasi dengan persyaratan donor yang tadi,” pungkas Monica.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 5 Bek Kanan Terbaik Premier League Saat Ini: Dominasi Pemain Arsenal
Pilihan
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
-
Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
-
Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
-
Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Sri Mulyani: Sebut Eks Menkeu 'Terlalu Protektif' ke Pegawai Bermasalah
-
Prediksi Timnas Indonesia U-17 vs Zambia: Garuda Muda Bidik 3 Poin Perdana
Terkini
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara
-
Jangan Abaikan! SADANIS: Kunci Selamatkan Diri dari Kanker Payudara yang Sering Terlewat