Suara.com - Penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental pada masa kanak-kanak memiliki risiko kesehatan fisik di masa depan. Studi ini dinyatakan dalam penelitian Jasmin Wertz, seorang peneliti postdoctoral di Duke University di Durham, N.C.
Melansir dari Medicinenet, dalam salah satu dari dua penelitian, Wertz dan rekan-rekannya menganalisis data dari lebih dari 1.000 orang di Selandia Baru yang lahir pada tahun 1972 dan 1973, dan kemudian diikuti sejak lahir hingga usia 45 tahun.
Pada studi pertama, mereka yang memiliki riwayat penyakit mental pada masa kanak-kanak seperti seperti kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia disebut menua lebih cepat, mengalami penurunan fungsi sensorik, motorik dan mental yang lebih besar saat usia paruh baya.
Studi ini dipublikasikan secara online pada 17 Februari di jurnal JAMA Psychiatry.
Studi kedua dilakukan oleh tim yang sama melihat catatan rumah sakit selama 30 tahun (1988 hingga 2018) untuk 2,3 juta orang di Selandia Baru, berusia 10 hingga 60 tahun.
Studi kedua juga menemukan hubungan yang kuat antara kesehatan mental awal kehidupan dan penyakit medis neurologis di kemudian hari. Penelitian ini telah diterbitkan secara online di JAMA Network Open.
Penemuan ini menunjukkan bahwa investasi yang lebih besar dalam pengobatan penyakit mental yang tepat sejak dini dapat mencegah banyak masalah kesehatan di kemudian hari.
Dokter Victor Fornari, wakil ketua psikiatri anak dan remaja di Rumah Sakit Zucker Hillside di Glen Oaks, N.Y. percaya bahwa penting untuk mengenali hubungan pikiran dan kesehatan tubuh.
"Terlepas dari stigma dan penyangkalan, pengakuan ini penting untuk mempromosikan hasil kesehatan yang optimal," katanya.
Baca Juga: Studi: Rutin Main Video Game Kurangi Risiko Depresi pada Anak Laki-Laki
Menurut Dr. Timothy Sullivan, faktor-faktor yang sering menyertai penyakit mental adalah merokok dan obesitas, kurang olahraga, berkurangnya akses dan penggunaan perawatan kesehatan yang baik yang mungkin berperan.
"Kecemasan dan depresi juga terkait dengan perubahan dalam sistem kekebalan kita yang menyebabkan peradangan kronis, melukai jantung, pembuluh darah, dan organ lainnya," kata Sullivan yang memimpin ilmu psikiatri dan perilaku di Rumah Sakit Universitas Staten Island di New York.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Mobil Terbaik untuk Lansia: Fitur Canggih, Keamanan dan Kenyamanan Optimal
- 10 Mobil Mini Bekas 50 Jutaan untuk Anak Muda, Sporty dan Mudah Dikendarai
- 5 Tablet RAM 8 GB Paling Murah yang Cocok untuk Multitasking dan Berbagai Kebutuhan
- 6 Motor Paling Nyaman untuk Boncengan, Cocok buat Jalan Jauh Maupun Harian
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
Pilihan
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
-
Profil Superbank (SUPA): IPO Saham, Harga, Prospek, Laporan Keuangan, dan Jadwal
-
Jelang Nataru, BPH Migas Pastikan Ketersediaan Pertalite Aman!
-
Dua Emiten Pemenang Lelang Frekuensi 1,4 GHz Komdigi: Penawaran Capai Rp 400 Miliar
Terkini
-
Horor! Sampah Plastik Kini Ditemukan di Rahim Ibu Hamil Indonesia, Apa Efeknya ke Janin?
-
Kebutuhan Penanganan Kanker dan Jantung Meningkat, Kini Ada RS Berstandar Global di Surabaya
-
Waspada Ibu Hamil Kurus! Plis Kenali Risikonya dan Cara Aman Menaikkan Berat Badan
-
9 Penyakit 'Calon Pandemi' yang Diwaspadai WHO, Salah Satunya Pernah Kita Hadapi
-
Kabar Baik Pengganti Transplantasi Jantung: Teknologi 'Heart Assist Device' Siap Hadir di Indonesia
-
Jennifer Coppen Ungkap Tantangan Rawat Kulit Sensitif Anaknya, Kini Lebih Selektif Pilih Skincare
-
Titiek Soeharto Klaim Ikan Laut Tidak Tercemar, Benarkah Demikian?
-
Bukan Cuma Kabut Asap, Kini Hujan di Jakarta Juga Bawa 'Racun' Mikroplastik
-
Terobosan Regeneratif Indonesia: Di Balik Sukses Prof. Deby Vinski Pimpin KTT Stem Cell Dunia 2025
-
Peran Sentral Psikolog Klinis di Tengah Meningkatnya Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia