Suara.com - Kegiatan sejumlah anggota DPR yang menjadi relawan dalam uji klinis vaksin Nusantara jadi sorotan. Pasalnya, para anggota DPR tersebut sebelumnya telah disuntik vaksin Covid-19 dari Sinovac dalam program vaksinasi pemerintah.
Terlebih hasil uji klinis fase 1 dan 2 dari Vaksin Nusantara juga belum mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Padahal ada syarat tertentu jika seseorang menjadi relawan dalam penelitian pembuatan vaksin. Ahli Patologi klinis dr. Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan bahwa seseorang yang sudah pernah disuntik vaksin Covid harus menunggu beberapa bulan hingga antibodinya menurun, baru bisa kemungkinan menjadi relawan uji klinis vaksin lain.
"Kalau ada orang sudah dapat vaksin selesaikan dulu pemberian pertama sampai dua kali. Setelah itu dalam beberapa waktu, misalnya tahun depan, ada uji klinik vaksin lain, monggo. Tapi sekarang selesaikan dulu yang sekarang. Dua suntikan dulu lengkap, setelah itu beberapa bulan kemudian atau mungkin tahun depan kita dapat suntikan lain, silakan," jelas dokter Tonang saat dihubungi suara.com, Rabu (14/4/2021).
Namun lantaran belum ada penelitiannya, dokter Tonang belum bisa memastikan berapa lama jeda pasca suntikan vaksin kedua hingga seseorang bisa menjadi relawan uji klinis.
"Itu yang kita belum bisa ngomong, karena ini penyakit baru. Kalau misalnya kita enggak punya ukuran kapan bisa coba lagi, ya saat antibodinya turun. Itu ada angkanya. Untuk yang vaksin (Covid) ini kita belum tahu karena belum ada datanya," ucapnya.
Jeda waktu tersebut perlu diperhatikan, sebab jika orang yang baru menerima vaksin Covid-19 kemudian menjadi relawan uji klinis vaksin merek lain bisa berakibat bias pada pengukuran antibodi. Sebab orang tersebut sebelum menjadi relawan tentu sudah terbentuk antibodinya dari suntikan vaksin sebelumnya.
"Hitung antibodinya dapat dari yang mana, (vaksinasi) yang dulu atau sekarang, itu nanti jadi enggak jelas. Karena yang mau kita uji ini adalah kandidat vaksin ini mampu menghasilkan antibodi atau tidak. Kalau antibodinya sudah ada, ya logikanya enggak masuk. Apakah betul berefek atau tidak kita tidak tahu," jelasnya.
Baca Juga: Jurnal Medis The Lancet: Obat Asma Manjur sebagai Obat Covid-19
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi