Suara.com - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengumumkan bahwa mereka akan melanjutkan penggunaan vaksin Covid-19 Johnson & Johnson.
"Dengan tindakan ini, administrasi vaksin Covid-19 Johnson & Johnson dapat segera dilanjutkan," kata direktur CDC, Rochelle Walensky, dikutip dari Today pada Minggu (25/4/2021).
Pengumuman ini datang bersama dengan pemberian peringatan tentang peningkatan risiko pembekuan darah langka yang merupakan efek samping vaksin.
Perwakilan FDA, Peter Marks, mengatakan peringatan dalam bentuk lembar fakta akan dibagikan kepada orang-orang yang menerima vaksin tersebut.
"Presentasi dan diskusi hari ini telah meyakinkan saya bahwa mencabut jeda pada vaksin J & J adalah demi kepentingan kesehatan masyarakat terbaik dari populasi AS," kata Henry Bernstein, profesor pediatri di Sekolah Kedokteran Zucker di Hofstra / Northwell, New York.
Sebelumnya, FDA dan CDC menyarankan untuk menghentikan penggunaan vaksin Johnson & Johnson pada 13 April lalu.
Hal tersebut dilakukan setelah mereka mendapat laporan enam kasus pembekuan darah berbahaya pada otak di antara lebih dari tujuh juta orang yang menerima vaksin ini.
Sehari kemudian, komite penasihat CDC, yakni Komite Penasihat untuk Praktik Imunisasi, bertemu untuk meninjau data yang tersedia tentang kasus-kasus tersebut dan membuat rekomendasi tentang bagaimana melanjutkannya.
Namun pada akhirnya, panitia merasa tidak memiliki cukup informasi untuk membuat rekomendasi pada saat itu. Mereka memutuskan untuk berkumpul kembali minggu ini.
Baca Juga: Ikut Uji Klinis Vaksin Nusantara, Anang Hermansyah Teriak-teriak Ketakutan
Sejak itu, informasi baru telah muncul, termasuk laporan dari sembilan kasus tambahan yang dikonfirmasi sehingga total kasus pembekuan darah otak menjadi 15.
"Sejumlah kasus lain mungkin sedang ditinjau," tutur Tom Shimabukuro, anggota Satuan Tugas Vaksin Covid-19 CDC.
Di antara kasus yang dikonfirmasi, tiga pasien meninggal dan tujuh lainnya masih dirawat di rumah sakit.
Semua kasus terjadi pada wanita dengan rerata usia 18 hingga 49 tahun. Tujuh kasus terjadi pada wanita berusia 30-an, terjadi pada tingkat 11,8 per juta dosis vaksin Johnson & Johnson yang diberikan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif