Suara.com - Obat psikedelik MDMA, yang juga disebut sebagai ekstasi atau Molly, dinilai dapat mengobati penderita gangguan stres pasca trauma (PTSD) parah. Hal ini dibuktikan dalam uji klinis tahap akhir sebuah studi yang akan terbit di Nature Medicine.
Studi tersebut melibatkan 90 penderita PTSD yang semuanya menjalani terapi bicara selama percobaan. Peserta studi termasuk veteran perang, korban kekerasan seksual, korban kekerasan dalam rumah tangga, hingga orang yang mengalami trauma masa kanak-kanak.
Setelah menjalani uji coba tersamar ganda, hasilnya menunjukkan, peserta yang menerima MDMA mengalami pengurangan gejala, dibandingkan peserta dari plasebo.
Dua bulan setelah pengobatan berakhir, sebanyak 67 persen peserta dari kelompok MDMA tidak lagi memenuhi kriteria diagnostik untuk PTSD. Sedangkan dalam kelompok plasebo penurunannya hanya 32 persen.
"Ini bukan obat PTSD, tetapi terapi yang ditingkatkan oleh obat tersebut," kata penulis senior studi Rick Doblin, direktur Asosiasi Multidisiplin untuk Studi Psikedelik.
Live Science melaporkan bahwa MDMA, kependekan dari 3,4-methylenedioxy-N-methylamphetamine, dapat meningkatkan efek terapi bicara melalui beberapa mekanisme.
Obat tersebut dapat meningkatkan kadar serotonin di otak, zat kimia yang dikenal untuk mengatur suasana hati, berkaitan dengan perasaan rileks dan puas.
MDMA juga meningkatkan aktivitas otak di korteks prefrontal, kunci untuk pemrosesan informasi, dan menurunkan amigdala. Ini adalah struktur otak berbentuk almond yang berkaitan dengan motivasi dan perilaku emosional, seperti yang didorong oleh rasa takut dan panik.
Dalam pengobatan kombinasi ini, dampakya membantu penderita PTSD untuk 'keluar' dari keadaan kewaspadaan yang berlebihan dan ke dalam pola pikir di mana pemrosesan trauma menjadi lebih mungkin.
Baca Juga: Terry Putri Trauma Usai Rumah Kemalingan, Belum Mau Bicara Lagi
Apapun mekanisme pastinya, MDMA tampaknya memiliki efek positif dalam uji klinis baru ini. Terlebih lagi, meskipun beberapa peserta uji coba yang menggunakan MDMA mengalami efek samping ringan, seperti mual.
Sekarang, agar sepenuhnya disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), psikoterapi yang dibantu MDMA harus mengumpulkan hasil positif dalam jiko klinis tahap akhir kedua, untuk meniru hasil uji coba pertama.
Uji coba sudah berlangsung dan melibatkan 100 peserta, yang berarti persetujuan FDA untuk pengobatan tersebut dapat dilakukan secepatnya pada 2023.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
Terkini
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!
-
Obat Sakit Gigi Pakai Getah Daun Jarak, Mitos atau Fakta?