Suara.com - Sejak pandemi Covid-19 melanda, kini kita sering mendengar istilah isolasi mandiri dan karantina mandiri. Kedua cara ini disebut punya andil besar kendalikan pandemi di satu negara. Lantas apa sih bedanya isolasi mandiri dan karantina mandiri?
Berdasarkan siaran pers Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Kamis (20/5/2021), karantina diberlakukan untuk orang sehat dan tidak punya gejala Covid-19, namun sudah melakukan kontak erat dengan kasus positif Covid-19. Atau orang sehat yang baru saja melakukan perilaku berisiko seperti berkerumun dan aktif melakukan perjalanan saat pandemi.
Sedangkan isolasi diberlakukan bagi orang yang memiliki gejala atau sudah pasti dinyatakan terinfeksi Covid-19, dari hasil swab test PCR yang dinyatakan positif Covid-19.
Baik karantina mandiri maupun isolasi mandiri dilakukan paling sebentar 5 hari dan paling lama 21 hari. Untuk lokasinya, biasanya dilakukan di rumah atau di tempat khusus seperti hotel.
Isolasi di rumah sakit hanya untuk pasien positif Covid-19 yang membutuhkan perawatan khusus, karena punya gejala berat, seperti sesak napas, kesulitan bernapas, bahkan hingga pingsan. Atau memiliki sakit komorbid seperti jantung, diabetes, hipertensi, autoimun dan sebagainya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, mengatakan baik isolasi mandiri atau karantina mandiri terbukti efektif menekan laju penularan Covid-19 hingga 64 persen, khususnya bagi yang baru selesai melakukan perjalanan seperti aktivitas mudik lebaran 2021.
"Cara utama yang dapat dilakukan sekaligus sikap tanggungjawab, melalui isolasi mandiri di fasilitas kesehatan secara terpusat, khususnya bagi pelaku perjalanan yang terdeteksi positif saat testing acak di titik-titik penyekatan," papar Wiku di Graha BNPB beberapa waktu lalu.
Fakta ini selaras dengan studi Kucharsky et al (2020) berdasarkan BBC Pandemic Data, yang menyatakan sebanyak 40.162 orang di Inggris melakukan isolasi mandiri di dalam rumah, efeknya menurunkan peluang penularan Covid-19 di masyarakat sebanyak 29 persen.
Efek isolasi mandiri di fasilitas isolasi terpusat, menurunkan peluang penularan sebesar 35 persen. Efek isolasi mandiri sekaligus karantina dalam 1 rumah akan menurunkan peluang penularan sebesar 37 persen.
Baca Juga: Pemkot Jaksel Tempeli Stiker Rumah Pemudik yang Baru Tiba di Jakarta
Sedangkan jika isolasi mandiri dan karantina dalam 1 rumah dilaksanakan dengan tracing dapat menurunkan peluang penularan sebesar 64 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
-
Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
-
Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
-
Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
-
Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
-
Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
-
Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara