Suara.com - Orang-orang memiliki tinggi badan yang beragam. Beberapa dari mereka bertubuh pendek, sedangkan yang lain bisa lebih tinggi dari 180 cm.
Selama ini, peneliti hanya menemukan faktor utama dalam keberagaman tinggi badan ini adalah genetik. Tetapi, peneliti menemukan faktor lainnya, yakni kecukupan gizi dan penyakit parah yang diderita selama masa kanak-kanak.
Berdasarkan studi baru, dilansir Live Science, kekurangan gizi dan penyakit parah yang diderita selama masa kanak-anak dapat mencegah anak tersebut mencapai potensi tinggi badan secara genetik. Masalah ini juga dapat memengaruhi perubahan rata-rata tinggi badan masyarakat di seluruh negara.
Misalnya, peningkatan gizi di Korea Selatan membuat negara tersebut naik ke posisi 60 pada 2019 (dari peringkat ke-133 pada 1985) dalam hal rata-rata tinggi badan masyarakatnya.
"Di Korea Selatan dan Republik Rakyat China, secara luas dipahami peningkatan tinggi badan selama satu hingga dua generasi terakhir sebagian besar disebabkan oleh peningkatan gizi," kata Stephen Hsu, profesor matematika komputasi, sains dan teknik di Michigan State University.
Hsu mengatakan, asupan nutrisi yang banyak dikonsumsi masyarakat selama waktu tersebut adalah protein, kalsium, dan kalori total.
Ada hipotesis lain bahwa kualitas gizi sesecorang menurun akibat meningkatkan konsumsi makanan cepat saji (fast food) serta minuman bersoda.
Gizi buruk bukan satu-satunya faktor, penyakit serius tertentu selama masa kanak-kanak juga bisa menghambat pertumbuhan. Misalnya penyakit celiac, penyakit tulang seperti rakhitis dan osteoporosis remaja, dan anemia.
Dalam studi 2018 yang terbit dalam jurnal Genetics, mutasi genetik dan ketidakseimbangan hormon juga dikaitkan dengan perawakan pendek, termasuk dwarfisme, suatu kondisi di mana seseorang memiliki tinggi 147 cm atau kurang.
Baca Juga: Tak Cuma Porsi, Kapan Anda Makan Juga Berperan dalam Penurunan Berat Badan
Meski pola makan tidak sehat dan penyakit serius di masa kanak-kanak dapat menyebabkan perawakan yang lebih pendek, penelitian menunjukkan bahwa kode genetik jauh lebih berpengaruh.
"Tampaknya genetika sangat menentukan tinggi badan orang dewasa," pungkas Hsu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!
-
Terobosan Baru! MLPT Gandeng Tsinghua Bentuk Program AI untuk Kesehatan Global
-
Ubah Waktu Ngemil Jadi "Mesin" Pembangun Ikatan Anak dan Orang Tua Yuk!
-
Kasus Kanker Paru Meningkat, Dunia Medis Indonesia Didorong Adopsi Teknologi Baru
-
Osteoartritis Mengintai, Gaya Hidup Modern Bikin Sendi Cepat Renta: Bagaimana Solusinya?