Suara.com - Pada bulan April, ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menghentikan penggunaan vaksin Covid-19 Johnson & Johnson untuk mengevaluasi risiko pembekuan darah pada wanita di bawah 50 tahun, banyak ilmuwan mencatat bahwa pembekuan yang terkait dengan pil KB jauh lebih umum daripada vaksin.
Perbandingan tersebut dimaksudkan untuk meyakinkan para perepuan tentang keamanan vaksin tersebut. Namun yang terjadi malah sebaliknya, banyak perempuan malah merasa marah.
Melansir dari Independent, banyak perempuan yang merasa sangsi dan mempertanyakan, jika pil kontrasepsi lebih berisiko, mengapa alternatif yang lebih aman belum tersedia. Berbeda dengan kasus vaksin yang langsung dievaluasi oleh FDA dan diinformasikan secara masif.
Pembekuan darah yang terkait dengan vaksin adalah jenis yang berbahaya di otak, sementara pil KB meningkatkan kemungkinan penggumpalan darah di kaki atau paru-paru. Tetapi perbedaan itu tidak membuat banyak perbedaan bagi sebagian perempuan.
“Di mana perhatian semua orang terhadap pembekuan darah ketika kami mulai memberikan anak perempuan berusia 14 tahun untuk mendapatkan pil,” tulis seorang perempuan di Twitter.
Beberapa perempuan mendengar, di media sosial dan di tempat lain, bahwa mereka tidak boleh mengeluh karena mereka telah memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi karena mengetahui risikonya.
“Mereka seharusnya marah, kesehatan perempuan tidak mendapat perhatian yang sama,” kata Dr Eve Feinberg, ahli endokrinologi reproduksi dan spesialis infertilitas di Northwestern University.
“Ada bias seks yang sangat besar dalam semua pengobatan,” imbuhnya.
Feinberg dan banyak perempuan secara mengakui bahwa kontrasepsi telah memberi mereka kendali atas kesuburan mereka. Para perempuan mengakui manfaatnya jauh melebihi kerugiannya, namuan kurangnya informasi tentang risikonya sangat disayangkan.
Baca Juga: Indonesia Kembali Terima 8 Juta Dosis Bahan Baku Vaksin Sinovac
"Secara keseluruhan, ini [pil KB] sangat aman," kata Rebecca Fishbein, seorang penulis budaya berusia 31 tahun.
"Segala sesuatu yang kita lakukan memiliki risiko," imbuhnya
Tetapi Feinberg mengatakan penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk mendiskusikan risiko dengan pasien mereka dan melatih mereka tentang gejala yang mungkin menandakan pembekuan darah.
Berita Terkait
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
10 City Car Bekas untuk Mengatasi Selap-Selip di Kemacetan bagi Pengguna Berbudget Rp70 Juta
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
Terkini
-
Jennifer Coppen Ungkap Tantangan Rawat Kulit Sensitif Anaknya, Kini Lebih Selektif Pilih Skincare
-
Titiek Soeharto Klaim Ikan Laut Tidak Tercemar, Benarkah Demikian?
-
Bukan Cuma Kabut Asap, Kini Hujan di Jakarta Juga Bawa 'Racun' Mikroplastik
-
Terobosan Regeneratif Indonesia: Di Balik Sukses Prof. Deby Vinski Pimpin KTT Stem Cell Dunia 2025
-
Peran Sentral Psikolog Klinis di Tengah Meningkatnya Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru