Suara.com - Peluang kesembuhan anak yang terinfeksi Covid-19 mencapai 95 persen. Itu terjadi jika anak tidak terlambat mendapat perawatan medis dan tidak memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
Dokter spesialis anak di RSUP Sanglah di Denpasar, Bali, Dr. dr. Ni Putu Siadi Purniti mengatakan, masih banyak orangtua yang takut membawa anak ke dokter atau periksa swab jika mengalami gejala mirip Covid-19.
Kondisi itu yang justru meningkatkan risiko kematian pada anak akibat infeksi virus corona tersebut.
"Tingkat kesembuhan pada anak-anak yang kena Covid sebenarnya sembuh sampai 95 persen, asal tidak memiliki komorbid. Yang kita sering terima orang tua apabila anaknya sakit, mereka takut bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan."
"Ada beberapa pasien yang kita terima sudah kondisi cukup berat. Jadi terpaksa dibawa ke instalasi gawat darurat," kata dokter Siadi dalam siaran langsung Radio Kesehatan Kemenkes, Senin (5/7/2021).
Anak yang terlambat mendapat penanganan medis dan datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan berat bisa berujung alami kematian, imbuh dokter Siadi.
Terutama jika pasien memang memiliki penyakit penyerta seperti leukimia, penyakit ginjal, penyakit kronik pada paru dan kelainan jantung bawaan.
"Ini harus hati-hati. Apabila dia ketemu orang yang akan menularkan (Covid), biasanya akan menjadi berat. Pengalaman saya di rumah sakit itu yang meninggal hampir semua memiliki komorbid," tuturnya.
Menurut dokter Siadi, anak-anak yang hanya mengalami gejala ringan kebanyakan memang yang tidak memiliki komorbid. Selain itu, anak juga cepat dilacak akibat orangtuanya yang lebih dulu terkonfirmasi positif Covid-19.
Baca Juga: Amuk Covid-19 di Lamongan, Sejumlah 60 Nakes RSUD dr Soegiri Terpapar Virus
"Kalau pada anak ada gejala tapi ringan, itu biasanya bisa sembuh dengan baik. Asalkan orangtuanya segera membawa anak-anaknya berobat ke dokter, ke fasilitas pelayanan kesehatan," ujarnya.
Jumlah kasus Covid-19 pada anak menyumbang sekitar 12 persen dari seluruh kasus nasional. Dokter Siadi mengatakan, kasus Covid pada anak paling banyak terjadi pada usia 7 - 12 tahun. Kemudian disusul remaja usia 16 - 18 tahun.
"Saya kira semua rata-rata seperti itu. Kami di Bali juga seperti itu, anak-anak yang di atas 7 tahun lebih tinggi (jumlah kasusnya)," pungkas dokter Siadi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan