Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan kekhawatirannya terhadap varian virus baru Covid-19, yakni varian delta. Varian ini disebut bisa melamahkan kerja vaksin yang telah tersedia.
Dalam hal ini, banyak yang bertanya-tanya apakah orang yang pernah terinfeksi bisa terinfeksi kembali. Melansir dari Healthline, kekebalan setelah infeksi sebelumnya dalam banyak kasus bisa melindungi orang dari infeksi ulang.
Sementara jika infeksi ulang terjadi maka gejalanya cenderung ringan.
Tetapi kekebalan bervariasi secara signifikan dari orang ke orang, jadi sementara banyak orang memasang respons imun yang kuat dan tahan lama yang melindungi mereka dari delta setelah infeksi sebelumnya. Namun beberapa mungkin menghasilkan respons imun yang lemah dan tetap berisiko.
Karena masih belum diketahui secara jelas, beberapa ahli menyarankan orang yang pernah terinfeksi Covid-19 setidaknya perlu mendapatkan satu dosis vaksin untuk meningkatkan kadar antibodi mereka.
Namun para ahli juga merekomendasikan bahwa orang yang pernah memiliki Covid-19 untuk mendapatkan vaksinasi lengkap, baik dengan dua dosis suntikan messenger RNA (mRNA) atau satu dosis vaksin Johnson & Johnson.
“Kami tahu bahwa infeksi ulang bukanlah kejadian umum, setidaknya dalam jangka pendek dengan varian asli virus serta beberapa varian lainnya,” kata Dr. Amesh Adalja, seorang sarjana senior di Johns Hopkins Center for Health Security dan ahli penyakit menular.
Studi dari Qatar menemukan bahwa kemungkinan infeksi ulang sama rendahnya di antara mereka yang sebelumnya memiliki Covid-19 dan mereka yang divaksinasi.
Usai infeksi, beberapa orang mungkin telah menghasilkan kekebalan yang kuat dan tahan lama setelah tertular virus corona lagi. Sementara orang lain mungkin telah menghasilkan respons kekebalan yang lebih lemah.
Baca Juga: Selesai Isolasi Mandiri, Penyintas Tetap Perlu Waspadai Gejala Tambahan
"Kekebalan setelah infeksi sebelumnya sangat bervariasi dari satu orang ke orang lainm mungkin hampir tidak ada dan tidak bertahan lama untuk beberapa orang," kata Dr. Richard A. Martinello, spesialis penyakit menular Yale Medicine dan profesor di Yale Sekolah Kedokteran.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental