Suara.com - Meski sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19, tidak sedikit orang merasa khawatir karena merasakan gejala sisa atau Long Covid-19 yang sangat menganggu. Salah satunya adalah gejala seperti batuk dan napas berat hingga mudah lelah.
Lantas timbul pertanyaan, apakah gejala sisa bisa menyebabkan kerusakan paru dan bisakah kembali normal seperti sedia kala?
Dokter Spesialis Anak, Kurniawan T. Kadafi, Sp.A(K) mengatakan gejala long Covid-19 bisa berbeda pada setiap orang, bergantung seberapa parah gejala awal saat terinfeksi virus corona.
Sehingga ia menyarankan untuk menjalani pemeriksaan penunjang untuk memastikan kondisi paru setelah terinfeksi Covid-19.
"Sebaiknya harus dicek dengan pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen laboratorium dan lain sebagainya," ujar dr. Kurniawan dalam diskusi Instagram Live bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, seseorang akan dinyatakan mengalami long Covid-19, apabila ia masih mengalami gejala sisa seperti saat pertama kali terinfeksi Covid-19 antara 3 hingga 12 minggu setelah dinyatakan sembuh.
Dikatakan Kurniawan, long Covid-19 terbagi dalam dua kondisi yaitu gejala yang dialami serupa dengan kerusakan organ yang belum pulih dari peradangan akibat infeksi virus corona.
Kondisi lainnya, penyintas Covid-19 masih merasakan gejala tapi hasil pemeriksaan menunjukan organ sudah membaik, berdasarkan foto rontgen paru-paru normal dan pemeriksaan penunjang pada organ lainnya berjalan normal.
"Maka pikirkan jangan-jangan ada psikogenik, karena ini akan menyangkut terhadap terapi. Terapi lengkap itu pada prinsipnya itu mengobati keluhan yang sekarang muncul," terang dr. Kurniawan.
Baca Juga: Masih Demam HIngga Pusing Usai Sembuh, Waspadai Gejala Long Covid-19 Anak
Bahkan bukan tidak mungkin apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kerusakan atau ketidaknormalan akibat peradangan paru atau fibrosis, maka akan dilakukan treatmen pemberian obat atau fisioterapi.
"Kemudian ada juga yang kalau berhubungan dengan gangguan kesulitan konsentrasi belajar atau gangguan psikologis yang lainnya, akan diberikan psikoterapi dan lain sebagainya," pungkas dr. Kurniawan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!