Suara.com - Dalam upaya mengatasi masalah stunting di Indonesia, kebutuhan gizi dan nutrisi anak sudah harus dipikirkan sejak mereka masih bayi. Khususnya ketika anak memasuki tahapan MPASI (makanan pendamping ASI) pada usia 6 bulan.
Pada usia 6 bulan, anak harus mulai mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI). Karena, kebutuhan nutrisinya, baik makronutrien dan mikronutrien mereka tidak bisa dipenuhi oleh ASI.
Selain itu, dr Ali Alhadar, Sp.A (K). dokter spesialis anak dan anggota IDAI, mengatakan usia 6 bulan itu anak sudah mulai memasuki periode kritis untuk belajar makan. Orangtua harus mulai memberi dan mengajarkannya makan.
"Biasanya usia 6-9 bulan adalah periode kritis untuk belajar makan, paling lambat usia 12 bulan ketika semua barang mulai dimasukkan ke dalam mulut," kata dr Ali Alhadar dalam webinar "Membangun Karakter Kesadaran Gizi Keluarga Melalui Mindful Parenting" oleh YAICI, Selasa (12/10/2021).
Ali Alhadar mengingatkan bahwa pemberian ASI pada anak setelah usia 6 bulan bukan lagi mengaku pada on-demand atau sesuai keinginan bayi, melainkan ibu harus mulai mengatur jam untuk memberi anak ASI dan MPASI.
Ia juga mengingatkan bahwa pemberian MPASI pada bayi setelah usia 6 bulan harus secera bertahap sesuai dengan usianya, baik dari jenis makanannya, jumlah, frekuensi, tekstur dan konsistensi makanannya.
Adapun komposisi makanan MPASI yang harus Anda berikan ke anak, meliputi karbohidrat, protein dan lemak. Ketiga hal itu bisa Anda penuhi sesuai dengan menu yang sesuai kemampuan dan ketersedian.
- Karbohidrat: nasi, kentang dan sagu
- Protein: protein hewani (telur, daging merah, ayam, ikan, udang, cumi, dan lainnya) dan protein nabati (tahu dan tempe)
- Lemak: minyak goreng atau santan kelapa (nasi goreng, nasi uduk, telur dadar, ayam goreng)
"Ingat, protein hewani memiliki asam amino yang lebih lengkap daripada protein nabati. Jadi, lebih baik memberikannya telur daripada tempe atau tahu," jelasnya.
Anda juga bisa memberikan bayi serat berupa buah dan sayuran selama masa MPASI. Asalkan, Anda tidak memberikan mereka buah dan sayuaran secara berlebihan sebelum anak usia 2 tahun.
Baca Juga: Peneliti Pakai Air Liur untuk Deteksi Infeksi Virus Corona Covid-19 pada Anak
Anda bisa memberinya makan buah dan sayuran cukup sebanyak 2 ruas jari. Selain itu, Anda juga bisa memastikan buang air besar bayi tetap lancar dan tidak kesakitan.
Setelah usia 12 bulan, biasanya anak sudah mulai memahami dan mampu membedakan makanan yang bisa dikonsumsi dan tidak.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
Terkini
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?