Suara.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mengizinkan penggunaan vaksin Covid-19 berbeda sebagai penguat atau booster sejak Rabu (20/10/2021) kemarin.
Artinya, seseorang bisa menerima booster Moderna meski pada awalnya orang tersebut mendapat Johnson & Johnson.
Studi dan data empiris menunjukkan pendekatan vaksinasi 'mix and match' ini aman. Bahkan, dalam beberapa kasus bisa lebih efektif dibanding satu jenis suntikan vaksin saja.
Pengumuman FDA ini menyusul studi awal National Institutes of Health (NIH) yang sedang berlangsung, lapor Live Science.
Pada 15 Oktober lalu, sekelompok peneliti mempresentasikan hasil studi awal mereka yang diunggah ke medRxiv, tetapi belum ditinjau sejawat.
Para peneliti menguji sembilan kombinasi berbeda dari vaksin Johnson & Johnson, Moderna dan Pfizer, yang diberikan kepada 458 peserta. Mereka menemukan pencampuran itu aman dan sangat efektif.
Menerima booster dapat meningkatkan jumlah sirkulasi antibodi penetral, termasuk antibodi.
Data Empiris
Beberapa negara telah melakukan mix and match vaksin, salah satunya Turki, dan hal in bisa menjadi data empiris tambahan.
Baca Juga: Info Vaksin Surabaya 22 Oktober 2021 di 10 Tempat, Ada Gerakan Vaksinasi Massal
Turki telah memvaksinasi orang-orang yang awalnya menerima vaksin Covid-19 Sinovac dengan booster Pfizer.
Inggris dan Kanada juga telah melakukan pencampuran vaksin AstraZeneca dengan Pfizer, yang menunjukkan bahwa cara pencampuran dan pencocokan booster ini aman serta efektif.
Efek samping yang ditunjukkan juga tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada vaksinasi awal.
"Apa yang kita lihat pada dasarnya adalah jenis (reaksi merugikan) yang sama dengan kita lihat pada dosis pertama dan kedua dari vaksin ini. Tetapi tidak ada yang lebih buruk atau menakutkan. Bukti menunjukkan ini cukup aman," kata dokter penyakit menular, Carlos Malvestutto, di The Ohio State University Wexner Medical Center.
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa pencampuran serta pencocokan vaksin ini dapat menyebabkan respons imun yang lebih luas, yang kemungkinan lebih mampu merespons varian SARS-CoV-2 lain di masa depan.
Tetapi, Malvestutto mengatakan ada hal lain yang seharusnya juga diperhatikan selain antibodi, yakni apa yang dikenal sebagai sel memori.
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Toko Roti Online Bohong Soal 'Gluten Free'? Ahli Gizi: Bisa Ancam Nyawa!
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak
-
BPA pada Galon Guna Ulang Bahaya bagi Balita, Ini yang Patut Diwaspadai Orangtua
-
Langsung Pasang KB Setelah Menikah, Bisa Bikin Susah Hamil? Ini Kata Dokter
-
Dana Desa Selamatkan Generasi? Kisah Sukses Keluarga SIGAP Atasi Stunting di Daerah
-
Mulai Usia Berapa Anak Boleh Pakai Behel? Ria Ricis Bantah Kabar Moana Pasang Kawat Gigi
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya