Suara.com - Seorang anak laki-laki bernama Zyaire Bell (6) asal Las Vegas harus menggunakan alat bantu hidup setelah menderita sindrom peradangan multisistem pada anak atau Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C).
MIS-C merupakan kondisi langka dan serius yang umum terjadi pada penderita Covid-19 parah atau yang memiliki sistem kekebalan lemah, lapor Newsweek. Bahkan, kondisi ini dapat menyebabkan kematian.
Peradangan terjadi banyak organ tubuh, seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak, kulit, mata, dan organ pencernaan. Beberapa anak harus mengamputasi anggota tubuhnya setelah menderita MIS-C.
Zyaire dinyatakan positif pada September 2021. Ibunya, Sharella Ruffin, membawa putranya itu ke rumah sakit saat kondisinya memburuk.
Dokter memberi tahu Ruffin bahwa anaknya mengalami peradangan dan hatinya sudah sangat rapuh sehingga dokter mengaku tidak dapat menyelamatkan Zyaire.
Putranya kemudian diterbangkan ke rumah sakit anak-anak di Salt Lake City, Utah, sambil tetap dibantu mesin oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO) untuk mengoksidasi darahnya.
Selama dua minggu, kehidupan Zyaire bergantung pada mesin ECMO.
Ruffin mengatakan banyak dokter dari seluruh negeri terbang ke Salt Lake City untuk mengunjungi putranya, karena Zyaire merupakan salah satu dari sedikit anak di Amerika Serikat yang membutuhkan pendukung hidup.
"Kami tidak tahu berapa lama dia akan pulih, tetapi ia berusaha bertahan hidup," jelas Ruffin.
Baca Juga: Cegah Peradangan Jantung, CDC Ingin Jeda Penyuntikkan Dosis Keempat Vaksin Covid-19 Diperpendek
Kini, sang ibu juga mulai meningkatkan dukungan di GoFundMe dan mulai mengimbau orang-orang untuk sadar akan kondisi MIS-C setelah Covid-19.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengatakan bahwa puncak MIS-C terjadi sekitar satu bulan setelah terinfeksi Covid-19. Biasanya gejala sindrom umumnya muncul antara dua hingga enam minggu setelah terinfeksi.
Gejala dari MIS-C termasuk demam, sakit perut, muntah, pusing, ruam, mata merah, dan kelelahan. Sementara perawatan untuk kondisi ini memerlukan banyak campur tangan dari para dokter spesialis, seperti ahli jantung, pengobatan kritis, hematologi, spesialis penyakit menular dan rheumatologis.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Lihat Permainan Rizky Ridho, Bintang Arsenal Jurrien Timber: Dia Bagus!
- Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
- Jadwal Big 4 Tim ASEAN di Oktober, Timnas Indonesia Beda Sendiri
Pilihan
-
Dokter Tifa Kena Malu, Kepala SMPN 1 Solo Ungkap Fakta Ijazah Gibran
-
Penyebab Rupiah Loyo Hingga ke Level Rp 16.700 per USD
-
Kapan Timnas Indonesia OTW ke Arab Saudi? Catat Jadwalnya
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
Jor-joran Bangun Jalan Tol, Buat Operator Buntung: Pendapatan Seret, Pemeliharaan Terancam
Terkini
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!