Suara.com - Hingga kini kasus Covid-19 di Indonesia masih belum jelas kapan akan mencapai puncaak. Sesditjen Kesehatan Masyarakat dan Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi percaya bahwa penanganan Covid-19 memerlukan upaya dari hulu ke hilir.
"Apabila deteksi dini, edukasi bagi masyarakat, serta langkah-langkah pencegahan merupakan strategi yang dilakukan di hulu untuk pengendalian transmisi, maka transformasi layanan kesehatan yang disiapkan Kementerian Kesehatan tersebut diperlukan untuk penanganan kasus di hilir, ketika seseorang telah dinyatakan positif Covid-19," kata
Sehingga diharapkan dengan adanya transformasi ini, fasilitas-fasilitas kesehatan di Indonesia dapat lebih siap menanggapi kasus dan telah dilengkapi dengan sumber daya yang mumpuni.
Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa jika dibandingkan dengan gelombang kasus varian Delta pada pertengahan 2021, di mana puncak kasus positif mencapai angka 56.000, saat ini pemerintah melihat adanya tren peningkatan jumlah kasus dengan varian Omicron yang sudah menyentuh angka 64.700 pada pertengahan Februari 2022. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.Akan tetapi, pemerintah terus memantau tren dan pola tersebut serta optimis dapat menekan transmisi varian Omicron.
“Tentunya kita harus bersiap-siap dan waspada akan datangnya gelombang ketiga setelah melihat pola peningkatan kasus positif Covid-19 saat ini. Setelah menghadapi gelombang pertama dan kedua, serta dengan melihat perkembangan dan langkah yang diambil oleh negara lain, kita semakin memahami pola transmisi Covid-19 khususnya saat ini varian Omicron," ujar Nadia.
Ia memaparkan, bahwa jika pada gelombang kedua, tingkat kematian per hari dapat mencapai 2.500, pada varian Omicron kali ini, tingkat kematian jauh lebih rendah dengan angka 180. Dilihat dari sisi keterisian perawatan rumah sakit (Bed Occupancy Rate atau BOR), pada gelombang varian Delta secara nasional mencapai lebih dari 60 persen.
"Saat ini tingkat keterisian perawatan rumah sakit nasional berada pada 30 Persen. Sehingga dalam segi penanganan, belum perlu dilaksanakan “penarikan rem darurat”, tetapi pemerintah tetap memberlakukan pembatasan mobilitas dan PPKM level tiga, dibarengi dengan percepatan vaksinasi, testing, dan tracing,” ungkap Siti Nadia Tarmizi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Menkeu Purbaya 'Semprot' Bobby Nasution Cs Usai Protes TKD Dipotong: Perbaiki Dulu Kinerja Belanja!
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
-
Kepala Daerah 'Gruduk' Kantor Menkeu Purbaya, Katanya Mau Protes
-
Silsilah Bodong Pemain Naturalisasi Malaysia Dibongkar FIFA! Ini Daftar Lengkapnya
Terkini
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030