Suara.com - Mutasi merupakan hal yang normal yang terjadi pada virus agar bisa bertahan hidup. Begitu pula yang terjadi pada virus corona SARS Cov-2, penyebab infeksi Covid-19.
Pakar mikrobiologi Universitas Indonesia Profesor dr. Amin Soebandrio, PhD., menjelaskan bahwa mutasi tidak selalu menguntungkan bagi virus. Bahkan sebagian besar, justru perubahan struktur itu malah melemahkan virus.
"Tidak semua mutasi menguntungkan virus, 45 persen dari mutasi itu menyebabkan virusnya mati, 30 persen menyebabkan virus tambah banyak, 20 persen mutasi tidak menyebabkan perubahan apa-apa, dan hanya 4 sampai 5 persen dari mutasi itu yang kemudian menyebabkan virus makin fit artinya bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Jadi dia bisa bertahan," papar Profesor Amin, dalam webinar bersama Bank DBS Indonesia, Kamis (24/2/2022).
Sebagian kecil mutasi virus itu lah yang akhirnya mampu melewati serangan dari antibodi dalam tubuh juga terapi pengobatan yang dilakukan. Apabila virus terus bertahan dan orang yang terinfeksi Covid-19 itu tidak melakukan isolasi, maka bisa menularkan kepada orang lain.
"Itu berjalan terus menyebabkan varian-variannya juga berubah," ujarnya.
Profesor Amin menambahkan, omicron termasuk varian yang struktur virusnya paling berbeda dengan yang lain, termasuk virus SARS Cov-2 asli yang ditemukan di Wuhan, China.
Omicron punya kemampuan lebih cepat menular, bahkan melebihi delta, karena adanya perubahan struktur s-spike. Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuker Eijkman itu menjelaskan, s-spike merupakan duri yang ada mengelilingi tubuh virus.
"Fungsinya untuk menempel pada reseptor ACE2 pada sel manusia. Perubahan itu menyebabkan virus masuk ke dalam tubuh manusia lebih cepat. Tetapi dengan adanya mutasi itu juga ternyata omicron tidak menyebabkan morbiditas. Artinya kesakitan yang tinggi tidak menyebabkan gejala klinis berat," paparnya.
Menurutnya, kemungkinan mutasi virus corona selanjutnya bisa jadi juga lebih lemah. Karena didorong juga dengan sistem imun manusia yang lebih kebal karena vaksin dan antibodi alami pada penyintas Covid-19.
Baca Juga: 95 Tenaga Kesehatan di Gunungkidul Terpapar Covid-19, Pelayanan Puskesmas Tetap Jalan
"Kita berharap nanti evolusi berikutnya bukan lagi virus manusia, tapi menjadi virus hewan. Misalnya manusia hanya bisa tertular kalau kondisinya lemah jadi mirip seperti influenza," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa
-
Timbangan Bukan Segalanya: Rahasia di Balik Tubuh Bugar Tanpa Obsesi Angka
-
Terobosan Baru Atasi Kebutaan: Obat Faricimab Kurangi Suntikan Mata Hingga 75%!
-
5 Pilihan Obat Batu Ginjal Berbahan Herbal, Aman untuk Kesehatan Ginjal dan Ampuh
-
Catat Prestasi, Tiga Tahun Beruntun REJURAN Indonesia Jadi Top Global Distributor
-
Mengenal UKA, Solusi Canggih Atasi Nyeri Lutut dengan Luka Minimal
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
-
Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli