Suara.com - Peneliti telah menemukan pengobatan baru untuk kondisi epidermolysis bullosa (EB). Obat yang dinilai menjanjikan ini berbentuk gel yang mengandung DNA.
Obat gel ini telah diujicobakan dalam percobaan kecil terhadap enam orang dewasa dan tiga anak-anak dengan penyakit bawaan langka tersebut.
Epidermolysis bullosa (EB) merupakan kelompok penyakit langka yang dapat menyebabkan kulit rapuh dan mudah melepuh, lapor Live Science.
Kulit penderita dapat melepuh hanya dengan cedera ringan, paparan sinar matahari, gesekan dengan pakaian, atau garukan.
Dalam studi ini, peneliti menemukan peserta uji coba memiliki subtipe epidermolisis bulosa (EB) yang disebut resesif distrofik epidermolisis bulosa (RDEB). Artinya, sel mereka kekurangan instruksi genetik untuk membangun protein kolagen VII.
Umumnya, kolagen tersebut akan mengikat beberapa lapisan kulit menjadi satu, sehingga mencegah lapisan saling bergesekan.
Pada penderita EB, lapisan kulit saling mengikis, dan abrasi ini mendorong pembentukan lepuh dan luka kronis yang bisa tidak sembuh selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Bandingkan perawatan EB yang ada, seperti cangkok kulit dan sel punca yang direkayasa, terapi gen baru ini jauh lebih mudah untuk diterapkan.
Terapi gen ini meliputi mengoleskan salep gel langsung ke luka di kulit. Gel ini mengandung virus herpes simpleks 1 yang telah dimodifikasi sehingga tidak dapat bereplikasi dalam sel manusia.
Sebaliknya, virus bertindak sebagai wadah dua salinan fungsional COL7A1, gen yang mengode kolagen VII.
Setelah percobaan selama 25 hari, peneliti menemukan obat gel DNA ini mampu menutup luka selama tiga bulan pada pengobatan pertama. Lalu kembali dioles dan dapat sembuh selama 8 bulan.
Biopsi kulit peserta menunjukkan sel-sel kulit mereka mulai membuat kolagen VII segera setelah 9 hari pengobatan. Kolagen VII terdegradasi dan kulit yang dirawat berubah.
"Ini bukan penyembuhan permanen, tetapi ini adalah cara untuk benar-benar mengatasi luka," tandas peneliti utama sekaligus profesor dermatologi Peter Marinkovich dari Stanford University School of Medicine, AS.
Berita Terkait
-
Curhat Pasangan Apes Beli Tabir Surya Palsu, Kulit Malah Melepuh dan Terbakar Sinar Matahari
-
Jadi Juru Runding Perdamaian Ukraina dengan Rusia, Roman Abramovich Diduga Diracun, Mata Merah dan Kulit Mengelupas
-
Heboh! Miliarder Rusia Roman Abramovich dan Juru Runding Ukraina Dikabarkan Diracun, Mata Memerah dan Kulit Mengelupas
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgup Jakarta?
-
Awas Boncos! 5 Trik Penipuan Online Ini Bikin Dompet Anak Muda Ludes Sekejap
-
Menkeu Purbaya Sebut Mulai Besok Dana Jumbo Rp200 Triliun Masuk ke Enam Bank
-
iPhone di Tangan, Cicilan di Pundak: Kenapa Gen Z Rela Ngutang Demi Gaya?
-
Purbaya Effect, Saham Bank RI Pestapora Hari Ini
Terkini
-
5 Rekomendasi Obat Cacing yang Aman untuk Anak dan Orang Dewasa, Bisa Dibeli di Apotek
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!