Suara.com - Kanker ovarium merupakan tumor yang mematikan bagi perempuan. Jenis kanker ini juga dianggap sebagai 'pembunuh diam-diam', karena dokter mengira gejalanya tidak terdeteksi.
Karena tidak ada tes skrining yang efektif saat ini, 70% penderita didiagnosis pada stadium lanjut, ketika kemungkinan penyembuhannya rendah.
Namun, dilansir The Conversation, ada banyak penelitian selama 20 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa kanker ovarium memiliki peringatan dini.
Profesor Obstetri dan Ginekologi Barbara Goff dari Universitas Washington, AS, pernah melakukan riset pada 2000 silam tentang hal ini.
Dalam risetnya, mereka menyurvei 1.700 penderita kanker ovarium. Hasilnya ditemukan bahwa 95% pasien mengeluhkan gejala pada tiga hingga 12 bulan sebelum diagnosis.
Gejala paling umum adalah nyeri di panggul dan perut, peningkatan frekuensi dan keinginan buang air kecil, kesulitan makan atau merasa cepat kenyang, serta kembung atau distensi abdomen.
Penderita kanker stadium lanjut dan stadium awal melaporkan gejala yang serupa.
Studi selanjutnya dari beberapa riset lain juga mengonfirmasi bahwa pasien kanker ovarium stadium awal sering mengalami gejala.
"Kami juga menemukan dokter sering salah mendiagnosis kanker ovarium sebagai kondisi lain," kata Goff.
Baca Juga: Bukan Sehat, 4 Suplemen Ini Justru Picu Risiko Kanker
Menurut peserta studinya, sebanyak 15% wanita disebut mengalami gejala iritasi usus, 12% karena stres, 9% karena gastritis, 6% karena sembelit, 6% karena depresi, dan 4% karena penyebab lainnya.
Sementara itu, 30% dari mereka diberi pengobatan untuk kondisi kesehatan lain dan 13% diberi tahu tidak sakit apa-apa.
Menurut Goff, salah satu masalah utama di sini adalah cara membedakan gejala kanker ovarium dengan kondisi saluran cerna atau saluran kemih.
"Untuk memudahkan deteksi dini kanker ovarium, saya dan tim membandingkan gejala yang dialami pasien kanker ovarium dengan pasien tanpa kanker ovarium," imbuh Goff.
Mereka membuat indeks untuk mengidentifikasi 6 gejala penting kanker ovarium, yakni kembung, peningkatan ukuran perut, merasa cepat kenyang, nyeri panggul, dan nyeri perut.
Gejala tersebut setidaknya terjadi lebih dari 12 kali sebulan tetapi telah berlangsung selama kurang dari satu tahun.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan