Suara.com - Cacar monyet mulai menyebar di Inggris, AS, Portugal, Kanada, Swedia, Australia, Prancis, Italia, Jerman, hingga Belgia. Sebanyak 140 kasus telah dikonfirmasi dan dicurigai.
Hal yang meresahkan para ahli dari wabah ini adalah bahwa tidak semua orang yang terinfeksi memiliki hubungan yang jelas satu sama lain.
Tidak semua dari mereka telah bepergian ke negara di mana cacar monyet menjadi endemik, seperti Republik Demokratik Kongo, Nigeria, atau Kamerun.
Tetapi satu hal yang diperhatikan oleh para ahli adalah bahwa sebagian besar orang yang terinfeksi adalah laki-laki dengan diidentifikasi sebagai gay maupun biseksual.
Para ahli menduga cacar monyet ditularkan melalui hubungan seksual.
"Kita sangat perlu mencari tahu apakah cacar monyet versi ini menyebar dengan cara baru," ungkap ahli penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Jimmy Whitworth.
Umumnya, cacar monyet menyebar melalui kontak yang sangat dekat. Virus dapat menempel di permukaan, seperti tempat tidur, pakaian, atau dari ekskresi pernapasan.
Namun, cacar ini sangat mudah menular jika melakukan kontak kulit ke kulit serta cairan orang yang terinfeksi, seperti darah, air liur, maupu nanah dalam cacar.
"Itulah yang membuat kami agak curiga bahwa mungkin penyakit ini menular secara seksual, dan kami perlu mencari tahu. Karena jika begitu, (cara penularan) itu baru, yang belum pernah diketahui sebelumnya," sambung Whitworth, dilansir Insider.
Baca Juga: Makin Menyebar, Pemerintah Kongo Laporkan 58 Kasus Kematian karena Penyakit Cacar Monyet
Otoritas kesehatan Swedia mengungkap bahwa dalam kasus Eropa, masalah kulit dalam kasus ini juga berada di alat kelamin, selangkangan, dan kulit di sekitar lubang anus.
Cacar monyet bukan penyakit gay
Temuan kasus pada kelompok gay dan biseksual membuat orang-orang beranggapan bahwa ini adalah 'penyakit gay'. Mengingatkan ahli virologi pada kasus awal tentang HIV dan AIDS 40 tahun lalu.
"Cacar monyet bukanlah penyakit gay, dan juga bukan penyakit menular lainnya," kata virolog Boghuma Kabisen Titanji, menulis di PLOS blog, "Speaking of Medicine" pada Kamis (19/5/2022).
Ia melanjutkan, "Sangat disayangkan bahwa ini masih perlu dikatakan, menyoroti betapa sedikit yang telah kita pelajari dari wabah sebelumnya."
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menimpali pada Jumat (20/5/2022) bahwa siapa pun yang berinteraksi dengan orang yang terinfeksi secara dekat berisiko terkena cacar monyet.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Mulai Usia Berapa Anak Boleh Pakai Behel? Ria Ricis Bantah Kabar Moana Pasang Kawat Gigi
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya