Suara.com - Inggris mengonfirmasi kasus penularan lokal cacar monyet langka atau monkeypox, yang tidak terkait perjalanan ke Afrika Barat.
Seperti diketahui, Afrika Barat adalah tempat endemik penyakit tersebut bermula. Temuan ini dikonfirmasi Kepala Penasihat Medis UKHSA Susan Hopkins pada Minggu, 22 Mei 2022.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris atau UKHSA, tercatat ada 20 kasus cacar monyet hingga Jumat, 20 Mei 2022.
"Kami menemukan kasus pada orang yang tidak berkontak langsung dari orang di Afrika Barat, dan kami mendeteksi lebih banyak kasus setiap hari," ujar Hopskins mengutip Channel News Asia, Senin (23/5/2022).
Ia tidak menjelaskan bagaimana kondisi orang dengan kasus penularan lokal itu apakah tengah dirawat intensif atau tidak. Namun ia memastikan wabah umumnya terjadi di perkotaan, di antara lelaki gay atau biseksual.
"Meski risiko pada populasi umum sangat rendah saat ini, tapi saya pikir orang perlu mewaspadainya," katanya.
Ia menambahkan, rerata dan kebanyakan kasus cacar monyet ini terjadi pada orang dewasa, dengan gejala yang relatif ringan.
Kasus pertama cacar monyet diumumkan pemerintah Inggris pada 7 Mei 2022, dan terjadi pada pasien yang baru saja bepergian ke Nigeria. Ditambah penyakit ini juga menyebar di Eropa dan Amerika Utara.
Adapun cacar monyet bisa ditularkan melalui kontak langsung dengan lesi kulit dan cairan orang yang terkontaminasi seperti darah, serta bisa ditularkan melalui barang yang digunakan bersama seperti tempat tidur dan handuk.
Baca Juga: Sejarah Awal Munculnya Cacar Monyet hingga Outbreak di Dunia
Gejala cacar monyet bisa berupa demam, nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening, kedinginan, kelelahan, dan ruam seperti cacar air di tangan dan wajah tapi cacar monyet cenderung berisi nanah putih.
Cacar monyet juga umumnya bisa hilang dalam waktu 2 hingga 4 minggu.
Belum ada obat khusus terkait penyakit ini, tapi vaksinasi cacar yang sudah ditemukan efektif 85 persen mencegah cacar monyet.
Organisasi Kesehatan Dunia menggambarkan wabah cacar monyet sebagai "tidak biasa", tetapi dua ilmuwan mengatakan itu bukan pandemi berikutnya.
Profesor David Heymann, seorang ahli epidemiologi penyakit menular di The London School of Hygiene & Tropical Medicine dan rekan di lembaga pemikir urusan internasional Chatham House, mengatakan itu tidak akan menyebar dengan cara yang sama seperti virus corona.
“Ini tidak akan menjadi pandemi seperti yang kita ketahui pandemi, tetapi tentu saja penyakit ini mungkin telah menyebar di berbagai belahan dunia dan kami baru mulai mengidentifikasinya,” katanya kepada kantor berita PA.
Berita Terkait
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Penyebab Cloudflare Down, Sebabkan Jutaan Website dan AI Lumpuh
-
Format dan Jadwal Babak Play Off Piala Dunia 2026: Adu Nasib Demi Tiket Tersisa
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
Terkini
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?