Suara.com - Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia WHO, virus corona BA.5 berada di balik 52 persen kasus COVID-19 pada akhir Juni, naik dari 37 persen dalam sepekan.
Di Amerika Serikat, BA.5 ini diperkirakan menjadi penyebab sekitar 65 persen kasus COVID-19. BA.5 sendiri bukan subvarian baru dan pertama kali ditemukan pada Januari lalu.
BA.5 adalah saudara dari Omicron, varian yang mendominasi dunia sejak akhir 2021, dan pemicu lonjakan kasus di banyak negara, termasuk Afrika Selatan tempat varian itu pertama ditemukan, Inggris, dan Australia.
Dikutip dari ANTARA, Kamis (14/7/2022), BA.5 memiliki kemampuan yang baik untuk menghindari perlindungan imun yang diperoleh dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya.
Dengan kemampuan tersebut, "BA.5 memiliki kelebihan dalam penyebaran dibandingkan dengan turunan-turunan Omicron yang beredar," kata Maria Van Kerkhove, kepala tim teknis bidang COVID-19 di WHO dalam jumpa pers, Selasa.
Bagi kebanyakan orang, hal itu berarti BA.5 mampu menginfeksi ulang seseorang, meskipun orang tersebut baru saja sembuh dari COVID-19.
Van Kerkhove mengatakan WHO sedang mendalami laporan kasus-kasus infeksi berulang.
"Kami punya cukup bukti bahwa orang-orang yang pernah terkena Omicron terinfeksi lagi dengan BA.5. Tak ada keraguan tentang hal itu," kata Gregory Poland, pakar virologi dan peneliti vaksin di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota.
Jika BA.5 menjadi subvarian yang umum ditemukan sekarang, hal itu semata-mata karena banyak orang pernah terinfeksi Omicron, menurut para peneliti.
Baca Juga: Melonjak Lagi, Kasus Positif Covid-19 di Kalimantan Selatan Bertambah 23 Orang
Meski peningkatan kasus telah menyebabkan lebih banyak orang yang dirawat di sejumlah negara, angka kematian tidak bertambah secara drastis.
Hal itu sebagian besar disebabkan oleh vaksin, yang tetap melindungi penerimanya dari penyakit parah dan kematian akibat COVID-19.
Para produsen dan regulator juga berusaha mengembangkan vaksin yang langsung menyasar varian-varian baru Omicron.
Belum ada bukti bahwa BA.5 lebih berbahaya daripada varian Omicron lainnya, kata Van Kerkhove, meskipun lonjakan kasus dapat membebani layanan kesehatan dan membawa risiko "long COVID" kepada lebih banyak orang.
WHO dan para ahli lainnya juga mengatakan bahwa pandemi saat ini, yang berkepanjangan akibat ketidaksetaraan vaksin dan keinginan banyak negara untuk "hidup bersama COVID", hanya akan menciptakan lebih banyak varian baru yang sulit diprediksi.
Para ilmuwan kini sedang mencermati BA.2.75, yang pertama kali terdeteksi di India.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia