Suara.com - Bayi yang lahir cukup bulan dan berat badan normal masih berisiko alami stunting apabila asupan gizi tidak tercukupi selama seribu hari kehidupan pertama. Dikatakan berat badan normal apabila bayi lahir dengan bobot minimal 2.500 gram.
Dokter Anak Konsultan Neonatologi Profesor Rinawati Rohsiswatmo menjelaskan, stunting merupakan kondisi kurang gizi dalam waktu lama pada balita hingga menyebabkan tubuhnya pendek dan tidak cerdas.
"Misalnya, anak bagus (sehat) dalam kandungan, bagus waktu lahir, pernah bagus waktu beberapa bulan pertama kelahiran, tapi semakin lama karena penyakit ataupun karena dia beneran gak makan, tidak diperhatikan, lama-lama turun (grafik pertumbuhannya)," jelas Profesor Rina saat webinar, Senin (25/7/2022).
Ia menegaskan bahwa orangtua harus bisa membaca grafik pertumbuhan anak, terutama selama dua tahun pertama kehidupannya. Sebab, gejala stunting tidak bisa hanya dilihat secara kasat mata. Meskipun anak terlihat ceria, belum tentu tumbuh kembangnya normal.
Grafik pertumbuhan itu bisa diketahui setiap kali rutin lakukan pemeriksaan atau saat imunisasi anak di Puskesmas. Kemudian tercatat dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Profesor Rina menjelaskan, apabila anak sudah menunjukan tanda stunting, seperti pendek, kurus, dan kecerdasannya di bawah rata-rata normal seusianya, maka dianggap sudah terlambat.
"Jadi di sini harus ada yang namanya pendek karena kekurangan nutrisi jangka panjang. Enggak ada yang pendek tiba-tiba. Kalau dari lahir sudah pendek itu memang bakat bawaan, bukan stunting," jelasnya.
Orang tua perlu mulai waspada apabila anak terlalu sering sulit makan, pesan Profesor Rina. Sebab, kondisi itu bisa menyebabkan anak kekurangan gizi dalam jangka waktu panjang.
"Mula-mula penurunan berat badan lama-lama penurunan tinggi, lama-lama stunting. Jadi stunting ini sebetulnya proses yang lama, minimal enam bulan sampai setahun. Itu kenapa anak harus diukur secara rutin," pesannya.
Baca Juga: Belanja Keperluan Bayi Sampai Puluhan Juta, Sikap Ria Ricis Dibandingkan dengan Nagita Slavina
Pemantauan tumbuh kembali bisa dilakukan di puskesmas dengan mengukur tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepalanya.
Profesor Rina menjelaskan, pengukuran lingkar kepala diperlukan untuk memastikan bahwa otak anak juga berkembang. Sebab, otak manusia berkembang pesat hingga 82 persen selama dua tahun pertama kehidupannya.
"Jadi jangan cuma ribut kepala anak peyang, paling penting isinya, jangan sampai anak stunting," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan