Suara.com - Dampak harga rokok murah berhubungan langsung dengan tingkat kemiskinan, terutama pada anak jalanan.
Dalam riset yang dilakukan oleh Pusat Kajian Jamian Sosial Universitas Indonesia (PJKS-UI), ditemukan bahwa anak jalanan sangat rentan terhadap konsumsi rokok yang membuat kecanduan. Akibatnya, anak jalanan tidak hanya rentan sakit, tapi juga terjebak kemiskinan.
"Pendapatan anak jalanan bervariasi pada rentang Rp 25.000-300.000 per hari. Namun sekitar 25 persen penghasilan anak jalanan habis digunakan untuk membeli rokok. Mayoritas membeli rokok secara batangan, dengan harga murah RP 2.000 per batang," tutur Tim Riset PKJS-UI, Risky Kusuma Hartono, Ph.D, dalam keterangan yang diterima Suara.com.
Data Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa persentase perokok anak usia 10–18 tahun terus mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 7,2 persen menjadi 9,1 persen di tahun 2018. Harga rokok yang murah menjadi salah satu pemicu anak menjadi perokok.
Diketahui, harga rokok di Indonesia masih murah dan terjangkau oleh anak-anak, serta masih dijual secara ketengan. Untuk mengatasi kebiasaan merokok di kalangan anak-anak, kebijakan perlu melihat bukti empiris pada berbagai kelompok masyarakat, termasuk pada anak jalanan.
Dr. Renny Nurhasana (Tim Riset dan Manajer Program PKJS-UI) menambahkan bahwa konsumsi rokok pada anak jalanan dapat mengakibatkan mereka terjebak pada jurang kemiskinan. Ini terjadi karena anak rentan mengalami penurunan produktivitas akibat dari penurunan kondisi kesehatan di masa depan.
Studi ini menyimpulkan bahwa rokok masih sangat mudah dijangkau oleh anak jalanan yang disertai dengan berbagai konsekuensi merugikan. Oleh karena itu, studi ini memberikan rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
- Menaikkan harga rokok melalui mekanisme kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) agar harga rokok menjadi semakin mahal sehingga lebih tidak terjangkau oleh anak jalanan. Studi ini mendukung rekomendasi dari Bappenas agar Pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 20 persen dan melanjutkan penyederhanaan/simplifikasi strata tarif cukai menjadi 5 strata untuk dapat mencapai target penurunan prevalensi perokok anak sebesar 8,7 persen pada 2024.
- Merevisi Peraturan Pemerintah 109/2012 diantaranya dengan melarang penjualan rokok ketengan agar dapat lebih melindungi anak dari bahaya rokok, serta menerapkan pelarangan penjualan rokok secara ketengan agar semakin membatasi akses rokok kepada anak.
- Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah perlu bekerja sama secara lintas sektor maupun pihak LSM untuk memperbanyak program, edukasi, dan kegiatan dalam rangka pencegahan dan menekan perilaku merokok anak jalanan
dr. Benget Saragih, M.Epid (Ketua Tim Kerja Penyakit Kronis dan Gangguan Imunologi, Kementerian Kesehatan RI) menyampaikan bahwa hasil studi ini dapat dijadikan referensi bagi Pemerintah untuk meningkatkan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia. Indonesia segera memasuki puncak bonus demografi pada tahun 2030, sehingga pentingnya meningkatkan penduduk usia produktif dan ini menjadi prioritas utama agar generasi berikutnya sehat dan produktif.
“Saya juga meminta dukungan dari semua pihak terutama dalam proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012. PP 109/12 belum cukup efektif dalam menurunkan prevalensi perokok anak, sehingga perlu untuk mengubah substansi dalam menurunkan prevalensi perokok anak,” tutup dr. Benget.
Baca Juga: Pengemis di Lombok Berusia 72 Tahun Kantongi Pendapatan Rp 1,1 Juta Per Hari
Berita Terkait
-
Berdayakan Anak Jalanan Lewat Literasi, Pelajar Ini Jadi Wakil Indonesia dalam Asia Girls Campaign
-
Peduli Pendidikan Anak Jalanan, Luna Maya Menginspirasi Lewat Aksi Sosial di Bulan Ramadan
-
Bawa-Bawa Anak Jalanan saat Mundur, Gus Miftah Diprotes: Emang Kalau Dari Jalan Jadi Nggak Beradab?
-
Generasi Emas 2045 Cuma Jadi Mimpi, Kalau Jumlah Perkokok Anak Masih Tinggi
-
Waspada! Lebih dari Separuh Remaja 15-19 Tahun di Indonesia Perokok Aktif!
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
3 Catatan Menarik Liverpool Tumbangkan Everton: Start Sempurna The Reds
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
Terkini
-
Awas, Penyakit Jantung Koroner Kini Mulai Serang Usia 19 Tahun!
-
Anak Rentan DBD Sepanjang Tahun! Ini Jurus Ampuh Melindungi Keluarga
-
Main di Luar Lebih Asyik, Taman Bermain Baru Jadi Tempat Favorit Anak dan Keluarga
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia
-
Banyak Studi Sebut Paparan BPA Bisa Timbulkan Berbagai Penyakit, Ini Buktinya
-
Rahasia Hidup Sehat di Era Digital: Intip Inovasi Medis yang Bikin Umur Makin Panjang
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter