Suara.com - Penyakit demam berdarah dengue atau DBD termasuk infeksi virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Selain alami gejala demam, pasien DBD juga rentan alami penurunan trombosit.
Normalnya, jumlah trombosit saat kondisi sehat sekitar 150.000 sampai 450.000 tergantung usia.
Dikutip dari tulisannya pada akun media sosial pribadinya, dokter spesialis penyakit dalam prof. dr. Zubairi Djurban, SP.PD., mengungkapkan bahwa pasien BDB juga sering kali disarankan untuk mengonsumsi madu angkak.
Tapi bagaimana penjelasan medis pengobatan DBD dengan madu tersebut? Pada artikel Tanya Dokter kali ini, akan membahas tentang manfaat madu angkak tersebut.
Apa angkak memang bagus untuk obati demam berdarah, dok?
Demam berdarah, tanpa gejala berat, itu obatnya adalah monitor ketat dan infus cairan. Sudah itu saja. Sebagian besar akan tertolong, pulang dari rumah sakit, dan kembali sehat.
Mau angkak atau minum teh, kopi atau pacari swit (minuman isotonik), dan cairan lain juga akan sembuh sendiri, apabila dengan kondisi trombosit di atas 100 ribu.
Bila pasien DBD kadar trombosit masih di atas 100 ribu tidak perlu rawat inap, dok?
Tidak perlu. Kecuali trombositnya di bawah 100 ribu atau kadar albuminnya turun.
Baca Juga: Pagi Pamit Cari Madu, Malamnya Ditemukan Tewas di Bawah Pohon Beringin
Bila penurunan trombosit sampai 30 ribu apakah perlu transfusi?
Sebagian besar tidak perlu, tapi beberapa perlu. Perlunya ya kalau ada pendarahan. Tapi terkadang trombosit 10 ribu pun tidak terjadi pendarahan. Trombosit kurang dari 5 ribu yang sering kali terjadi pendarahan.
Kapan pasien perlu transfusi trombosit, dok?
Kalau trombosit kurang dari 5 ribu dan saat masa pendarahannya memanjang. Katakanlah, masa pendarahannya 7 sampai 10 menit, maka sangat perlu dipertimbangkan untuk transfusi trombosit.
Apa saja yang perlu diperhatikan juga selain pendarahan saat trombosit rendah?
Adanya plasma leakage, kebocoran dalam jaringan tubuh, yang mengakibatkan edema paru, bikin sesak, yang bisa bahayakan jiwa. Satu lagi kondisi obesitas, yang jadi faktor risiko mendapatkan komplikasi berat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia