Suara.com - Hari Tuberkulosis Sedunia, pakar kesehatan menyebut jumlah kasus TB di Indonesia masih akan terus bertambah jika tak dilakukan penanganan yang tepat.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, tuberkulosis di Indonesia jumlah kasus baru di tahun 2022 tembus 969 ribu dan 144 ribu kematian dalam satu tahun. Angka tersebut tergolong fantastis dan menjadi menjadi masalah serius.
Data penemuan kasus baru di tahun 2023 menunjukkan angka 74 persen dari tahun sebelumnya. Setidaknya 86 persen untuk TB sensitif obat dan TB resisten obat berhasil masuk dalam pengobatan.
“Dari yang diobati, angka keberhasilan pengobatan kita untuk TB sensitif obat adalah 85 persen padahal targetnya 90 persen. Pasien TB resisten obat angka keberhasilan pengobatannya jauh lebih rendah lagi, yaitu hanya 51 persen dengan target yang harus dicapai adalah 80 persen,” terang pria yang juga menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, dikutip pada Jumat (24/3/2023).
Adapun TB laten yakni kondisi dimana terdapat kuman tetapi tidak aktif. Kuman tersebut dapat menjadi aktif dan mengakibatkan tuberkulosis jika daya tahan tubuhnya menurun. Mereka yang terinfeksi TB laten berisiko 5-10 persen untuk jatuh sakit TB aktif.
Prof. Tjandra meminta dilakukannya Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) untuk meminimalkan terjadinya kasus baru. Sayangnya, cakupan TPT di Indonesia ini masih rendah.
Melihat situasi yang begitu genting sekarang ini, maka kita perlu meningkatkan upaya maksimal agar target eliminasi tuberkulosis dapat tercapai.
World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan lima pedoman dalam menanggulangi masalah penyakit tuberkulosis, diantaranya:
- Melakukan terapi pencegahan tuberkulosis.
- Skrining sistematik penyakit tuberkulosis.
- Tes cepat deteksi tuberkulosis.
- Mencakup pengobatan TB resisten obat.
- Membahas bagaimana menangani kasus TB anak dan dewasa.
Prof. Tjandra pun mengingatkan kembali mengenai singkatan tuberkulosis bukanlah TBC (disebut: tebese). Penyakit tuberkulosis tidak memiliki huruf ‘C’ sehingga singkatan yang tepat adalah TB.
Baca Juga: Skrining TBC Gratis Bagi Warga di Gor Otista
“Kalau toh masih ada yang mau menggunakan singkatan TBC maka membacanya harusnya adalah ‘tebece’, bukan ‘tebese’,” tutupnya. (Shilvia Restu Dwicahyani)
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Ini Dia Pemilik Tanggul Beton Cilincing, Perusahaan yang Pernah Diperebutkan BUMN dan Swasta
-
Kronologi Gen Z Tumbangkan Rezim di Nepal: Dari Blokir Medsos Hingga Istana Terbakar!
-
Menkeu Purbaya Masuk Kabinet, Tapi Rakyat Justru Makin Pesimistis Soal Ekonomi RI Kedepan
-
Bintang Liga Prancis Rp57,8 Miliar Tak Sabar Bela Timnas Indonesia pada Oktober
-
Inikah Kata-kata yang Bikin Keponakan Prabowo Mundur dari DPR?
Terkini
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas