Suara.com - Kabar duka datang dari perpolitikan Indonesia, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa meninggal dunia, setelah sebelumnya mengalami sesak napas alias dispnea.
Desmond yang juga Politikus Partai Gerindra ini, meninggal di Rumah Sakit Mayapada Jakarta pada Sabtu (25/6/2023 jam 4 dini hari. Setelah sebelumnya mengeluh sesak napas.
"Beliau memang sudah lama menderita sakit, tapi semangat hidup yang tinggi, semangat hidup yang kuat menyebabkan sakitnya tidak dirasakan begitu rupa tapi sudah lama sakit beliau, ya berbagai macam penyakit," kata Sekjen DPP Gerindra, Muzani di rumah duka, Ragunan, Jakarta Selatan.
Keluhan sesak napas Desmond ini dialami tepat sehari sebelum ia meninggal, sebagaimana diceritakan Waketum Gerindra Habiburokhman.
“Kemarin sore beliau mengeluh sesak napas, lalu dibawa ke RS Mayapada Fatmawati,” ungkap Habiburokhman.
Keluhan sesak napas hingga akhirnya membuat Desmond meninggal ini membuat masyarakat khawatir. Seperti apa sesak napas yang sebaiknya harus diwaspadai mengancam nyawa dan harus segera ke dokter?
Pasalnya beberapa orang menganggap sesak napas sebagai hal terbiasa, terlebih jika sistem kekebalan tubuh sedang memburuk, karena percaya sesak napas ini akan reda dengan sendirinya.
Melansir Cleve and Clinic, dispnea atau sesak napas adalah perasaan tidak bisa mendapatkan cukup udara ke dalam paru-paru. Gejalanya seperti sesak di dada, terengah-engah atau butuh perjuangan untuk bernapas.
Kondisi jantung dan paru-paru yang tidak stabil jadi penyebab umum sesak napas atau dispnea. Tapi juga bisa disebabkan asma, alergi, kecemasan ataupun olahraga berat.
Baca Juga: Gerindra Berduka, Desmond Mahesa Meninggal Dunia Sabtu Ini
Berikut ini sesak napas yang perlu seger penanganan medis dan pergi ke rumah sakit:
1. Sesak Napas Akut
Sesak napas yang harus segera ke dokter atau perlu penanganan medis, yaitu saat seseorang mengalami dispnea akut atau sesak napas akut, dan biasanya terjadi tiba-tiba, cepat dan tidak berlangsung lama hingga berhari-hari.
Kondisi sesak napas akut bisa disebabkan alergi, kecemasan, olahraga, dan penyakit seperti pilek dan flu. Bahkan sesak napas akut ini bisa lebih serius karena bisa karena serangan jantung, penyempitan saluran napas mendadak atau anafilaksis atau pembekuan darah alias emboli paru.
2. Sesak Napas Kronis
Kondisi ini juga disebut dengan dispnea kronis yaitu sesak napas yang berlangsung lama, lebih dari seminggu atau lebih, dan terus muncul.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?