Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) beri penjelasan soal dicabutnya mandatory spending atau anggaran biaya kesehatan di Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan DPR-RI, Selasa, 11 Juli 2023 lalu.
Juru Bicara Kemenkes, dr.M.Syahril mengatakan alih-alih fokus pada anggaran wajib kesehatan dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), saat ini pemerintah mengubahnya jadi anggaran kesehatan berbasis kinerja.
Adapun putusan ini ditetapkan karena besarnya mandatory spending kesehatan dalam APBN tidak menentukan kualitas dari hasil yang dicapai. Sehingga jumlah anggaran tidak lagi dalam bentuk presentase yang dimasukan dalam UU Kesehatan.
“Dengan tidak adanya persentase angka di dalam Undang Undang Kesehatan, bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun dengan rapi berdasarkan dengan rencana induk kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, output dan outcome yang akan kita capai, karena tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat indonesia setinggi tingginya," ujar dr. Syahril melalui keterangan yang diterima suara.com, Kamis (13/7/2023).
"Jadi semua tepat sasaran, tidak buang buang uang” sambung dr. Syahril.
dr. Syahril mencontohkan kondisi saat ini dimana 300,000 rakyat kita setiap tahun wafat karena stroke. Lebih dari 6,000 bayi wafat karena kelainan jantung bawaan yang tidak bisa dioperasi.
5 juta balita hidup dalam kondisi stunting, kendati anggaran kesehatan yang digelontorkan sangat banyak.
“Artinya apa? Karena dulu pedoman belum ada, guideline belum ada, eh uangnya sudah ada. Akhirnya malah terjadi kebingungan. Perencanaan copy paste dari tahun sebelumnya ditambah inflasi sekian, akhirnya outcomenya ya begitu begitu saja, karena belum terarah dengan baik” papar dr. Syahril.
Sehingga yang dilakukan Kemenkes saat ini untuk memulai tahun anggaran 2024, bakal disusun lebih dulu rencana induk kesehatan. Lalu pemerintah lakukan pembagian peran antara pusat dan daerah, dengan target yang dituju terkait kesehatan masyarakat.
Baca Juga: Cacat Prosedur! IDI Bakal Gugat UU Kesehatan ke MK
"Jadi semua lebih terarah. Harapannya terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik," papar dr. Syahril.
Adapun kritik soal hilangnya mandatory spending dalam UU Kesehatan disampaikan langsung Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Adib Khumaidi yang menyebutkan UU Kesehatan yang baru, tidak lebih baik dari UU Kesehatan 36 tahun 2009 yang digantikan.
"Karena UU Kesehatan 36 tahun 2009 malah menyebutkan 2/3 dari anggaran itu untuk pelayanan publik, dan ini tidak ada. Hanya menyebutkan sumber, agak berbeda hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah dan sumber lain yang sah menurut perundang-undangan," papar Dr. Adib.
Menurutnya, ini sangat disayangkan karena saat ini pemerintah sedang berkonsentrasi dengan transformasi sistem kesehatan, tapi pemerintah tidak menjelaskan secara rinci komitmen pembiayaan kesehatan berapa persen dan untuk apa dari anggaran APBN maupun APBD.
"Transformasi kesehatan itu kan butuh biaya, biayanya ini kesehatan tinggi, kita bertanya sumber biaya dari mana. Komitmen ini penting, jadi bukan sekedar program kerja saja, karena itu terlalu sederhana, karena kesehatan itu tanggung jawab dan hak,"
"Jadi harus dituangkan (dalam UU Kesehatan), apakah itu 5 persen, 10 persen ada kepastian hukum dalam bentuk nilai dan kuantitasnya," lanjut Dr. Adib.
Berita Terkait
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Format dan Jadwal Babak Play Off Piala Dunia 2026: Adu Nasib Demi Tiket Tersisa
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
Terkini
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?